Selasa, 28 Agustus 2012

Papaku yang Nakal

Perkenalkan namaku Vina, usiaku 16 tahun. Aku sekarang duduk di kelas II SMU di Medan. Aku punya pengalaman pertama merengkuh surga dunia. Tetapi semua itu kulakukan dengan papa tiriku. Pengalamanku ini sebagai referensi buat teman-teman yang lain. Aku tahu kalau perbuatan ini salah, tetapi aku tidak tahu bagaimana menghentikannya. Baiklah, ceritaku begini.

Suatu hari aku mendapat pengalaman yang tentunya baru untuk gadis seukuranku. Oya, aku gadis keturunan Cina dan Pakistan. Sehingga wajar saja kulitku terlihat putih bersih dan satu lagi, ditaburi dengan bulu-bulu halus di sekujur tubuh yang tentu saja sangat disukai lelaki. Kata teman-teman, aku ini cantik lho.

Memang siang ini cuacanya cukup panas, satu persatu pakaian yang menempel di tubuhku kulepas. Kuakui, kendati masih ABG tetapi aku memiliki tubuh yang lumayan montok. Bila melihat lekuk-lekuk tubuh ini tentu saja mengundang jakun pria manapun untuk tersedak. Dengan rambut kemerah-merahan dan tinggi 167 cm, aku tampak dewasa. Sekilas, siapapun mungkin tidak percaya kalau akuadalah seorang pelajar. Apalagi bila memakai pakaian casual kegemaranku. Mungkin karena pertumbuhan yang begitu cepat atau memang sudah keturunan, entahlah. Tetapi yang jelas cukup mempesona, wajah oval dengan leher jenjang, uh.. entahlah.

Pagi tadi sebelum berangkat ke sekolah, seperti biasanya aku berpamitan dengan kedua orangtuaku. Cium pipi kiri dan kanan adalah rutinitas dan menjadi tradisi di keluarga ini. Tetapi yang menjadi perhatianku siang ini adalah ciuman Papa. Seusai sarapan pagi, ketika Mama beranjak menuju dapur, aku terlebih dahulu mencium pipi Papa. Papa Robi (begitu namanya) bukan mencium pipiku saja, tetapi bibirku juga. Seketika itu, aku sempat terpaku sejenak. Entah karena terkejut untuk menolak atau menerima perlakukan itu, aku sendiri tidak tahu.

Papa Robi sudah setahun ini menjadi Papa tiriku. Sebelumnya, Mama sempat menjanda tiga tahun. Karena aku dan kedua adikku masih butuh seorang ayah, Mama akhirnya menikah lagi. Papa Robi memang termasuk pria tampan. Usianya pun baru 38 tahun. Teman-teman sekolahku banyak yang cerita kalau aku bersukur punya Papa Robi.
"Salam ya sama Papa kamu.." ledek teman-temanku.

Aku sendiri sebenarnya sedikit grogi kalau berdua dengan Papa. Tetapi dengan kasih sayang dan pengertian layaknya seorang teman, Papa pandai mengambil hatiku. Hingga akhirnya aku sangat akrab dengan Papa, bahkan terkadang kelewat manja. Tetapi Mama tidak pernah protes, malah dia tampak bahagia melihat keakraban kami.

Tetapi ciuman Papa tadi pagi sungguh diluar dugaanku. Aku memang terkadang sering melendot sama Papa atau duduk sangat dekat ketika menonton TV. Tetapi ciumannya itu lho. Aku masih ingat ketika bibir Papa menyentuh bibir tipisku. Walau hanya sekejab, tetapi cukup membuat bulu kudukku merinding bila membayangkannya. Mungkin karena aku belum pernah memiliki pengalaman dicium lawan jenis, sehingga aku begitu terkesima.
"Ah, mungkin Papa nggak sengaja.." pikirku.

Esok paginya seusai sarapan, aku mencoba untuk melupakan kejadian kemarin. Tetapi ketika aku memberikan ciuman ke Mama, Papa beranjak dari tempat duduknya dan menuju kamar. Mau tidak mau kuikuti Papa ke kamar. Aku pun segera berjinjit untuk mencium pipi Papa. Respon Papa pun kulihat biasa saja. Dengan sedikit membungkukkan tubuh atletisnya, Papa menerima ciumanku. Tetapi setelah kucium kedua pipinya, tiba-tiba Papa mendaratkan bibirnya ke bibirku. Serr.., darahku seketika berdesir. Apalagi bulu-bulu kasarnya bergesekan dengan bibir atasku. Tetapi entah kenapa aku menerimanya, kubiarkan Papa mengulum lembut bibirku. Hembusan nafas Papa Robi menerpa wajahku. Hampir satu menit kubiarkan Papa menikmati bibirku.
"Baik-baik di sekolah ya.., pulang sekolah jangan keluyuran..!" begitu yang kudengar dari Papa.

Sejak kejadian itu, hubungan kami malah semakin dekat saja. Keakraban ini kunikmati sekali. Aku sudah dapat merasakan nikmatnya ciuman seorang lelaki, kendati itu dilakukan Papa tiriku, begitu yang tersirat dalam pikiranku. Darahku berdesir hangat bila kulit kami bersentuhan.

Begitulah, setiap berangkat sekolah, ciuman ala Papa menjadi tradisi. Tetapi itu rahasia kami berdua saja. Bahkan pernah satu hari, ketika Mama di dapur, aku dan Papa berciuman di meja makan. Malah aku sudah berani memberikan perlawanan. Lidah Papa yang masuk ke rongga mulutku langsung kuhisap. Papa juga begitu. Kalau tidak memikirkan Mama yang berada di dapur, mungkin kami akan melakukannya lebih panas lagi.

Hari ini cuaca cukup panas. Aku mengambil inisiatif untuk mandi. Kebetulan aku hanya sendirian di rumah. Mama membawa kedua adikku liburan ke luar kota karena lagi liburan sekolah. Dengan hanya mengenakan handuk putih, aku sekenanya menuju kamar mandi. Setelah membersihkan tubuh, aku merasakan segar di tubuhku.

Begitu hendak masuk kamar, tiba-tiba satu suara yang cukup akrab di telingaku menyebut namaku.

"Vin.. Vin.., Papa pulang.." ujar lelaki yang ternyata Papaku.
"Kok cepat pulangnya Pa..?" tanyaku heran sambil mengambil baju dari lemari.
"Iya nih, Papa capek.." jawab papa dari luar.
"Kamu masak apa..?" tanya papa sambil masuk ke kamarku.
Aku sempat kaget juga. Ternyata pintu belum dikunci. Tetapi aku coba tenang-tenang saja. Handuk yang melilit di tubuhku tadinya kedodoran, aku ketatkan lagi. Kemudian membalikkan tubuh. Papa rupanya sudah tiduran di ranjangku.

"Ada deh..," ucapku sambil memandang Papa dengan senyuman.
"Ada deh itu apa..?" tanya Papa lagi sambil membetulkan posisi tubuhnya dan memandang ke arahku.
"Memangnya kenapa Pa..?" tanyaku lagi sedikit bercanda.
"Nggak ada racunnya kan..?" candanya.
"Ada, tapi kecil-kecil.." ujarku menyambut canda Papa.
"Kalau gitu, Papa bisa mati dong.." ujarnya sambil berdiri menghadap ke arahku.
Aku sedikit gelagapan, karena posisi Papa tepat di depanku.
"Kalau Papa mati, gimana..?" tanya Papa lagi.
Aku sempat terdiam mendengar pertanyaan itu.
"Lho.., kok kamu diam, jawab dong..!" tanya Papa sambil menggenggam kedua tanganku yang sedang memegang handuk.

Aku kembali terdiam. Aku tidak tahu harus bagaimana. Bukan jawabannya yang membuatku diam, tetapi keberadaan kami di kamar ini. Apalagi kondisiku setengah bugil. Belum lagi terjawab, tangan kanan Papa memegang daguku, sementara sebelah lagi tetap menggenggam tanganku dengan hangat. Ia angkat daguku dan aku menengadah ke wajahnya. Aku diam saja diperlakukan begini. Kulihat pancaran mata Papa begitu tenangnya. Lalu kepalanya perlahan turun dan mengecup bibirku. Cukup lama Papa mengulum bibir merahku. Perlahan tetapi pasti, aku mulai gelisah. Birahiku mulai terusik. Tanpa kusadari kuikuti saja keindahan ini.

Nafsu remajaku mulai keluar ketika tangan kiri Papa menyentuh payudaraku dan melakukan remasan kecil. Tidak hanya bibirku yang dijamah bibir tebal Papa. Leher jenjang yang ditumbuhi bulu-bulu halus itu pun tidak luput dari sentuhan Papa. Bibir itu kemudian berpindah ke telingaku.
"Pa.." kataku ketika lidah Papa masuk dan menggelitik telingaku.

Papa kemudian membaringkan tubuhku di atas kasur empuk.
"Pa.. nanti ketahuan Mama.." sebutku mencoba mengingatkan Mama.
Tetapi Papa diam saja, sambil menindih tubuhku, bibirku dikecupnya lagi. Tidak lama, handuk yang melilit di tubuhku disingkapkannya.
"Vina, tubuh kamu sangat harum.." bisik Papa lembut sambil mencampakkan guling ke bawah.
Dalam posisi ini, Papa tidak puas-puasnya memandang tubuhku. Bulu halus yang membalut kulitku semakin meningkatkan nafsunya. Apalagi begitu pandangannya mengarah ke payudaraku.
"Kamu udah punya pacar, Vin..?" tanya Papa di telingaku.
Aku hanya menggeleng pasrah.

Papa kemudian membelai dadaku dengan lembut sekali. Seolah-olah menemukan mainan baru, Papa mencium pinggiran payudaraku.
"Uuhh..," desahku ketika bulu kumis yang dipotong pendek itu menyentuh dadaku, sementara tangan Papa mengelus pahaku yang putih. Puting susu yang masih merah itu kemudian dikulum.
"Pa.. oohh.." desahku lagi.

"Pa.. nanti Mamm.." belum selesai kubicara, bibir Papa dengan sigap kembali mengulum bibirku.
"Papa sayang Vina.." kata Papa sambil memandangku.
Sekali lagi aku hanya terdiam. Tetapi sewaktu Papa mencium bibirku, aku tidak diam. Dengan panasnya kami saling memagut. Saat ini kami sudah tidak memikirkan status lagi. Puas mengecup putingku, bibir Papa pun turun ke perut dan berlabuh di selangkangan. Papa memang pintar membuatku terlena. Aku semakin terhanyut ketika bibir itu mencium kemaluanku. Lidahnya kemudian mencoba menerobos masuk. Nikmat sekali rasanya. Tubuhku pun mengejang dan merasakan ada sesuatu yang mengalir cepat, siap untuk dimuntahkan.
"Ohh, ohh.." desahku panjang.

Papa rupanya tahu maniku keluar, lalu dia mengambil posisi bersimpuh di sebelahku. Lalu mengarahkan tanganku ke batang kemaluannya. Kaget juga aku melihat batang kemaluannya Papa, besar dan tegang. Dengan mata yang sedikit tertutup, aku menggenggamnya dengan kedua tanganku. Setan yang ada di tubuh kami seakan-akan kompromi. Tanpa sungkan aku pun mengulum benda itu ketika Papa mengarahkannya ke mulutku.
"Terus Vin.., oh.. nikmatnya.." gumamnya.
Seperti berpengalaman, aku pun menikmati permainan ini. Benda itu keluar masuk dalam mulutku. Sesekali kuhisap dengan kuat dan menggigitnya lembut. Tidak hanya Papa yang merasakan kenikmatan, aku pun merasakan hal serupa. Tangan Papa mempermainkan kedua putingku dengan tangannya.

Karena birahi yang tidak tertahankan, Papa akhirnya mengambil posisi di atas tubuhku sambil mencium bibirku dengan ganas. Kemudian kejantanannya Papa menempel lembut di selangkanganku dan mencoba menekan. Kedua kakiku direntangkannya untuk mempermudah batang kemaluannya masuk. Perlahan-lahan kepala penis itu menyeruak masuk menembus selaput dinding vaginaku.
"Sakit.. pa.." ujarku.
"Tenang Sayang, kita nikmati saja.." jawabnya.
Pantat Papa dengan lembut menekan, sehingga penis yang berukuran 17 cm dan berdiameter 3 cm itu mulai tenggelam keseluruhan.

Papa melakukan ayunan-ayunan lagi. Kuakui, Papa memang cukup lihai. Perasaan sakit akhirnya berganti nikmat. Baru kali ini aku merasakan kenikmatan yang tiada taranya. Pantas orang bilang surga dunia. Aku mengimbangi kenikmatan ini dengan menggoyang-goyangkan pantatku.
"Terus Vin, ya.. seperti itu.." sebut Papa sambil mempercepat dorongan penisnya.
"Papa.. ohh.., ohh.." renguhku karena sudah tidak tahan lagi.
Seketika itu juga darahku mengalir cepat, segumpal cairan putih meleleh di bibir vaginaku. Kutarik leher Papa hingga pundaknya kugigit keras. Papa semakin terangsang rupanya. Dengan perkasa dikuasainya diriku.

Vagina yang sudah basah berulangkali diterobos penis papa. Tidak jarang payudaraku diremas dan putingku dihisap. Rambutku pun dijambak Papa. Birahiku kembali memuncak. Selama tiga menit kami melakukan gaya konvensional ini. Tidak banyak variasi yang dilakukan Papa. Mungkin karena baru pertama kali, dia takut menyakitiku.

Kenikmatan ini semakin tidak tertahankan ketika kami berganti gaya. Dengan posisi 69, Papa masih perkasa. Penis Papa dengan tanpa kendali keluar masuk vaginaku.
"Nikmat Vin..? Ohh.. uhh.." tanyanya.
Terus terang, gaya ini lebih nikmat dari sebelumnya. Berulangkali aku melenguh dan mendesah dibuatnya.
"Pa.. Vina nggak tahan.." katakuku ditengah terjangan Papa.
"Sa.. sa.. bar Sayang.., ta.. ta.. han dulu.." ucap Papa terpatah-patah.
Tetapi aku sudah tidak kuat lagi, dan untuk ketiga kalinya aku mengeluarkan mani kembali.
"Okhh.. Ohkk.. hh..!" teriakku.
Lututku seketika lemas dan aku tertelungkup di ranjang. Dengan posisi telungkup di ranjang membuat Papa semakin belingsatan. Papa semakin kuat menekan penisnya. Aku memberikan ruang dengan mengangkat pantatku sedikit ke atas. Tidak berapa lama dia pun keluar juga.
"Okhh.. Ohh.. Ohk.." erang Papa.
Hangat rasanya ketika mani Papa menyiram lubang vaginaku.

Dengan peluh di tubuh, Papa menindih tubuhku. Nafas kami berdua tersengal-sengal. Sekian lama Papa memelukku dari belakang, sementara mataku masih terpejam merasakan kenikmatan yang baru pertama kali kualami. Dengan penis yang masih bersarang di vaginaku, dia mencium lembut leherku dari belakang.
"Vin, Papa sayang Vina. Sebelum menikahi Mamamu, Papa sudah tertarik sama Vina.." ucap Papa sambil mengelus rambutku.

Mama dan adikku, tiga hari di rumah nenek. Selama tiga hari itu pula, aku dan Papa mencari kepuasan bersama. Entah setan mana yang merasuki kami, dan juga tidak tahu sudah berapa kali kami lakukannya. Terkadang malam hari juga, walaupun Mama ada di rumah. Dengan alasan menonton bola di TV, Papa membangunkanku, yang jelas perbuatan ini kulakukan hingga sekarang.

Pelajaran Bercinta

Aku Sony, berumur 23 tahun. Ini cerita mengenai pengalamanku. Pertama-tama aku mau cerita soal diriku. Aku saat ini kuliah di salah satu perguruan tinggi swasta di Malang. Di Malang aku tinggal dengan tanteku. Tanteku orangnya masih muda, umurnya hanya selisih 3 tahun denganku. Itulah mengenai diriku, dan selanjutnya silakan ikuti pengalamanku ini.

Saat itu aku baru saja pulang kuliah, langsung saja kumasuk ke kamar. Ketika baru sampai di depan pintu kamar, samar-samar kudengar tante sedang bicara dengan temannya di telpon. Aku orangnya memang suka jahil, kucoba menguping dari balik pintu yang memang sedikit terbuka. Kudengar tante mau mengadakan pesta seks di rumah ini pada hari Sabtu. Aku gembira sekali mendengarnya. Untuk memastikan berita itu, langsung saja aku masuk ke kamar tante. Setelah selesai telpon, tante kaget melihatku sudah masuk ke kamarnya.

"Lho Son, Kamu udah pulang rupanya. Kamu ada perlu ama Tante, ya..?" katanya.
Aku langsung saja to the point, "Tante, Sony mau nanya.., boleh khan..?" kataku.
"Boleh aja keponakanku sayang, Kamu mau nanya apa..?" sambungnya sambil menyubit pipiku.
"Tapi sebelumnya Sony minta maaf Tante, soalnya Sony tadi nggak sengaja nguping pembicaraan Tante di telpon."
"Aduhh.. Kamu nakal ya Son, awas nanti Aku bilangin ama Mama Kamu lho. Tapi.. Oke dech nggak apa-apa. Terus apa yang mau Kamu tanyakan, ayo bilang..!" katanya agak jengkel.
"Sony tadi dengar Tante ama teman Tante mau ngadain pesta seks disini, benar itu Tante..?" kataku pelan.
"Idihh.. jorok ach Kamu. Masak Tante mau ngadain pesta seks disini, itu nggak benar Son."
"Tapi tadi Sony dengar sendiri Tante bicara ama teman Tante, please donk Tante, jangan bohongin Sony. Nanti Sony bilangin ama Om kalau Tante mau ngadain pesta disini." kataku agak mengancam.

"Apaa..! Aduhh.., Son, please jangan bilang ama Om Kamu. Iya dech Tante ngaku." katanya agak memohon.
"Nah, khan ketahuan Tante bohongin Sony." kataku senang.
"Terus Kamu mau apa kalau Tante ngadain pesta..?" katanya penasaran.
"Gini Tante, anuu.., anuu.., Sony.., pengen.. anuu.."
"Anu apa sih Son..? Ngomong donk terus terang..!" katanya tambah penasaran.
"Boleh nggak, Sony ikutan pestanya Tante..?"
Aduh tante melotot lagi sambil berkata, "Udah, ah, Kamu ini kayak orang kurang kerjaan aja."

Terus kurayu lagi, "Yaa.. Tante.. ya.. please..!"
"Tapi ini khan untuk orang dewasa lagi, Kamu ngaco dech. Lagian khan Kamu masih kecil." katanya agak kesal.
"Tapi Tante, Sony khan udah gede, masak nggak boleh ikut. Kalau nggak percaya, Tante boleh lihat punya Sony..!"
Lalu kulepaskan celana dan CD-ku. Lalu terlihatlah batang kemaluanku yang lumayan besar, kira-kira panjangnya 17 cm dengan diameter 10 cm.

Tante kaget sekali melihat ulahku lalu, "Wowww.., Sony sayang.., punya Kamu besar dan panjang sekali. Punya Kamu lebih besar dari Om Kamu. Hhhmm.., boleh nggak Tante pegang kepala yang besar itu Sayang..?" katanya dengan genit.
"Tante boleh ngobok-ngobok kontolku, tapi Tante harus ngijinin Sony ikut pesta nanti..!" kataku agak mengancam.
"Ya dech, Sony nanti boleh ikut. Tapi Tante mau nanya ama kamu, Sony udah pernah ngeseks belom..?" tanyanya.
Lalu kukatakan saja kalau aku belum pernah melakukan seks dengan cewek, tapi kalau raba sana, raba sini, cium sana, cium sini sih aku pernah melakukannya.

"Mau nggak Tante ajarin..?" katanya dengan genit.
Aku hanya terdiam. Lalu tiba-tiba tante meletakkan tangannya di pahaku. Aku begitu terkejut.
"Kenapa Kamu terkejut..? Tante hanya memegang paha Kamu aja kok..!"
Kemudian tante mengambil tanganku, lalu dia mulai menciumi tanganku. Aku merasakan barangku mulai bangun.

Tanteku mulai menciumi leherku, kemudian bibirku dilumat juga. Dia masukkan lidahnya ke dalam mulutku, tanpa kusadari aku mengulum lidahnya. Nafasnya mulai tidak beraturan kudengar. Sementara kami asyik berciuman, tangannya mulai meraba-raba batang kemaluanku. Dia meremas-remas pelan. Aku pun jadi mulai berani. Kumasuki tanganku ke dalam bajunya untuk meraba payudaranya. Kumasukkan tanganku ke dalam bra-nya, terus kuremas-remas.
"Aaahh.." dia mulai mendesah.

Tidak lama aku disuruh duduk di tepi ranjang, sementara tante melepaskan bajunya step-by-step. Mataku tidak berkedip sedetik pun. Aku tidak mau melepaskan pemandangan yang indah itu dari mataku. Kelihatan bra-nya yang berwarna hitam transparan, sehingga payudaranya yang putih dengan putingnya yang merah kecoklatan samar terlihat. CD-nya ternyata berwarna hitam transparan berenda. Kulihat belahan vaginanya yang tidak ada bulunya itu. Lalu dia melepaskan bra-nya, payudaranya yang lumayan besar itu seperti loncat keluar dan mulai berayun-ayun, membuatku tambah tegang saja. Kemudian dia melepaskan CD-nya. Kelihatan vaginanya begitu menarik, agak kecoklatan warnanya. Lalu tante jalan menghampiriku yang duduk di tepi ranjang.

"Tante buka baju Kamu yaa.., Son..?" katanya genit.
Aku hanya mengangguk. Setelah aku telanjang total, tante langsung jongkok di depanku dan menyuruhku membuka kaki lebar-lebar. Batang kejantananku yang sudah tegang itu tepat di depan wajahnya. Lalu dia mulai menjilati kakiku mulai dari jempol kakiku dan yang lainnya. Dia naik ke betisku yang berbulu lebat, persis hutan di Kalimantan. Kemudian dia naik lagi ke pahaku, dielusnya dan dijilatinya, setelah itu dia berpindah ke lubang anusku yang juga dicium dan dijilatinya. Tidak hanya itu, ternyata dia memasukkan jari tengahnya ke lubang anusku. Ohh.., nikmatnya. Lalu dia mulai mengelus-elus batang kejantananku dan tangan satunya memijat-mijat my twins egg-ku.

"Aaahh..!" aku mengerang kenikmatan.
Kemudian dia memasukkan batang kejantananku ke mulutnya, dia hisap penisku, terus diemut-emutnya senjata kejantananku. Dia gerakkan kepalanya naik-turun dengan batang kejantananku masih di dalam mulutnya. Terasa penis saya menyentuh tenggorokannya dan masih terus dia tekan. Masih dia tekan terus sampai bibirnya menyentuh badanku. Semua batang penisku ditelan oleh tanteku, lidahnya menjilat bagian bawah penisku dan bibirnya dibesar-kecilkan, sebuah rasa yang tidak pernah kubayangkan. Penisku kemudian dikeluar-masukkan, tapi tetap masuk seluruhnya ke tenggorokannya.

Setelah beberapa lama dihisap dan dikeluar-masukkan, terasa batang penisku sudah mau mengeluarkan cairan.
Sambil memeras biji kemaluanku dan tangan yang satu lagi dimasukkannya ke dalam lubang pantatku, kubilang sama tante, "Tante.., Aku mau keluar, ohh..!"
Dia keluarkan penisku dan bilang, "Go on come in My mouth. I want to taste and drink your cum, Sony. Hhhmm.."
Penisku dimasukkan lagi, dan sekarang dia memasukkan dengan lebih dalam dan dihisap lebih keras lagi. Setelah beberapa kali keluar masuk, kukeluarkan spermaku di dalam mulut tante, dan langsung ke dalam tenggorokannya. Terasa tengorokannya mengecil dan jari di lubang pantatku lebih ditekan ke dalam lagi sampai semuanya masuk. Aku benar-benar merasakan nikmat yang sulit dikatakan.

Perlahan-lahan dia mengeluarkan batang penisku sambil berkata, "Punya Kamu enak Son.., Tante suka," katanya, "Sekarang giliran Kamu yaahh..!" pintanya.
Kemudian dia berbaring di tempat tidur dan kakinya dikangkanginya lebar-lebar. Tante menyuruhku menjilat vaginanya yang kelihatan sudah basah. Baru pertama kali itu kulihat vagina secara langsung. Dengan agak ragu-ragu, kupegang bibir vaginanya.
"Jangan malu-malu..!" katanya.
Kugosok-gosok tanganku di bibir kemaluannya itu. Mmmhh.., dia mulai mengerang. Lama-lama klitorisnya mulai mengeras dan menebal.
"Kamu jilat dong..!" pintanya.
Kemudian aku menunduk dan mulai menjilati liang senggamanya yang sudah merah itu.
"Mmmhh.., enak juga.." kupikir.

Aku semakin bersemangat menjilati vagina tanteku sendiri. Sedang asyik-asyiknya aku menjilati liang senggama, tiba-tiba badan tanteku mengejang.
Desahannya semakin keras, "Aaahh.., aahh..!"
Lalu muncratlah air maninya dari lubang senggamanya banyak sekali. Langsung saja kutelan habis cairan itu. Mmmhh.., enak juga rasanya.
Kemudian dia bilang, "Ohh.., God.. bener-bener hebat Kamu Son.. lemes Tante.. nggak kuat lagi dech untuk berdiri.., ohh..!"

Lalu dengan perlahan kutarik kedua kakinya ke tepi ranjang, kubuka pahanya lebar-lebar dan kujatuhkan kakinya ke lantai. Vaginanya sekarang sudah terbuka agak lebar. Nampaknya dia masih terbayang-bayang atas peristiwa tadi dan belum sadar atas apa yang kulakukan sekarang padanya. Begitu tante sadar, batang kejantananku sudah menempel di bibir kemaluannya.
"Tante, Sony udah nggak tahan nich..!" kataku memohon.
Dia mengangguk lemas, lalu, "Ohh..!" dia hanya bisa menjerit tertahan.
Lalu selanjutnya aku tak tahu bagaimana cara memasukkan penisku ke dalam liang senggamanya. Lubangnya agak kecil dan rapat. Tiba-tiba kurasakan tangan tante memegang batang kejantananku dan membimbing senjataku ke liang kenikmatannya.

"Tekan disini Son..! Pelan-pelan yaa.., punya Kamu gede buanget sih..!" katanya sambil tersenyum.
Lalu dengan perlahan dia membantuku memasukkan penisku ke dalam lubang kemaluannya. Belum sampai setengah bagian yang masuk, dia sudah menjerit kesakitan.
"Aaa.., sakit.. oohh.., pelan-pelan Son, aduhh..!" tangan kirinya masih menggenggam batang kemaluanku, menahan laju masuknya agar tidak terlalu keras.
Sementara tangan kanannya meremas-remas rambutku. Aku merasakan batang kejantananku diurut-urut di dalam liang kenikmatannya. Aku berusaha untuk memasukkan lebih dalam lagi, tapi tangan tante membuat penisku susah untuk memasukkan lebih dalam lagi.

Aku menarik tangannya dari penisku, lalu kupegang erat-erat pinggulnya. Kemudian kudorong batang kejantananku masuk sedikit lagi.
"Aduhh.., sakitt.., ohh.. sshh.. aacchh.." kembali tante mengerang dan meronta.
Aku juga merasakan kenikmatan yang luar biasa, tak sabar lagi kupegang erat-erat pinggulnya supaya dia berhenti meronta, lalu kudorong sekuatnya batang kemaluanku ke dalam lagi. Kembali tante menjerit dan meronta dengan buasnya.
Aku berhenti sejenak, menunggu dia tenang dulu lalu, "Lho kok berhenti, ayo goyang lagi donk Son..," dia sudah bisa tersenyum sekarang.
Lalu aku menggoyang batang kejantananku keluar masuk di dalam liang kenikmatannya. Tante terus membimbingku dengan menggerakkan pinggulnya seirama dengan goyanganku.

Lama juga kami bertahan di posisi seperti itu. Kulihat dia hanya mendesis, sambil memejamkan mata. Tiba-tiba kurasakan bibir kemaluannya menjepit batang kejantananku dengan sangat kuat, tubuh tante mulai menggelinjang, nafasnya mulai tak karuan dan tangannya meremas-remas payudaranya sendiri.
"Ohh.., ohh.., Tante udah mo keluar nich.., sshh.. aahh.." goyangan pinggulnya sekarang sudah tidak beraturan, "Kamu masih lama nggak, Son..? Kita keluarin bareng-bareng aja yuk.. aahh..!"
Tidak menjawab, aku semakin mempercepat goyanganku.
"Aaahh.., Tante keluar Son..! Ohh ennaakk..!" dia mengelinjang dengan hebat, kurasakan cairan hangat keluar membasahi pahaku.

Aku semakin bersemangat menggenjot. Aku juga merasa bahwa aku juga akan keluar tidak lama lagi.
Dan akhirnya, "Ahh.., sshh.. ohh..!" kusemprotkan cairanku ke dalam liang kewanitaannya.
Lalu kucabut batang kejantananku dan terduduk di lantai.
"Kamu hebat..! Sudah lama Tante nggak pernah klimaks.., oohh..!" katanya girang.
"Ohh.., Sony cape.., Tante!" kataku sambil tersenyum kelelahan.

Kami tidak lama kemudian tertidur dalam posisi kaki tante melingkar di pinggangku sambil memeluk dan berciuman. Aku sudah tidak ingat jam berapa kami tertidur. Yang kutahu, ada yang membersihkan penisku dengan lap basah tapi hangat. Ternyata tante yang membersihkan batang kejantananku dan dia sudah terlihat bersih lagi. Setelah selesai membersihkan penisku, dia langsung menjilatinya lagi. Dengan tetap semangat, batang kejantananku dihisap dan dimasukkan ke dalam mulutnya. Yang ini terasa lebih dalam dan lebih enak, mungkin posisi mulut lebih cocok dibandingkan waktu aku berdiri.
Dengan cepat batang keperkasaanku menjadi keras lagi dan dia bilang, "Son, sekarang Kamu kerjain Tante dari belakang ya..!"

Dia kemudian membelakangiku, pantat serta vaginanya terlihat merekah dan basah, tapi bekas-bekas spermaku sudah tidak ada. Sebelum kumasukkan batang kejantananku, kujilat dulu bibir vaginanya dan lubang pantatnya. Tercium bau sabun di kedua lubangnya dan sangat bersih. Cairan dari liang senggamanya mulai membasahi bibir kemaluannya, ditambah dengan ludahku. Di ujung kemaluanku terlihat cairan menetes dari lubang kepala kejantananku. Kuarahkan batang kemaluanku ke lubang vaginanya dan menekan ke dalam dengan pelan-pelan sambil merasakan gesekan daging kami berdua. Suara becek terdengar dari batang kejantananku dan vaginanya, dan cukup lama aku memompanya dengan posisi ini.

Tante kemudian berdiri dan bersandar ke dinding di atas tempat tidur sambil membuka pahanya lebar-lebar. Satu dari kakinya diangkat ke atas. Dari bawah, kemaluannya terlihat sangat merah dan basah.
"Ayo masukin lagi sekarang, Son..!" pintanya tak sabar.
Aku dengan senang hati berdiri dan memasukkan batang kejantananku ke liang senggamanya. Dengan posisi ini, kumasuk-keluarkan batang kejantananku. Setiap kali aku mendorong batang penisku ke liang senggamanya, badan tante membentur dinding.
Sambil memelukku dan sambil berciuman, dia bilang, "Son, Tante mo keluar nich..!"
Kemudian kurasakan lubang senggamanya diperkecil dan memijat batang keperkasaanku dan bersamaan kami keluar dan orgasme. Aku masih bisa juga keluar, walaupun tadi sudah keluar dua kali. Dan yang kali ini sama enaknya.

Kami terus rebahan di kasur sambil berpelukan. Kepala tante di dadaku dan tangannya memainkan penisku yang masih basah oleh sperma dan cairan vaginanya. Dengan nakal tante menaruh jari-jarinya ke wajahku dan mengusap ke seluruh wajahku. Bau sperma dan vaginanya menempel di wajahku. Dia tertawa waktu aku pura-pura mau muntah. Untuk membalasnya, kuraba-raba vaginanya yang masih banyak sisa spermaku dan seluruh telapak tanganku basah oleh sperma dan cairan dia. Pelan-pelan kutaruh di wajahnya, dan wajahnya kuolesi dengan cairan itu. Dia tidak mengeluh tapi justru jari-jariku dijilat satu persatu.

Setelah jari dan tanganku bersih, dia mulai menjilati wajahku, semua bekas sperma dan cairannya dibersihkan dengan lidahnya.
Selesai dengan kerjaannya, dia bilang, "Son, sekarang giliran Kamu yaahh..!"
Wow, tidak disangka aku harus menjilat spermaku sendiri. Karena tidak punya pilihan, aku mulai menjilati cairan di wajahnya, dimulai dari bibirnya sambil kukulum keras-keras. Nafas tante terasa naik lagi dan tangannya mulai memainkan batang kejantananku. Tidak disangka kalau aku bisa juga membersihkan wajahnya dan menjilat spermaku sendiri.

Tanganku diarahkan ke liang senggamanya dan digosok-gosokkan ke klit-nya. Kami saling memegang kira-kira 30 menit. Terus kami berdua mandi untuk membersihkan badan kami.

Nyaris Aja........

Namaku Iwan (nama samaran). Aku itu sudah kuliah semester dua di salah satu perguruan tinggi di Bandung. Aku tinggal masih bareng orangtua dan adikku yang masih SMP, Dina namanya (juga samaran). Orangtuaku dua-duanya kerja. Jadi rumah sering tinggal adikku dan aku saja, sama pembantu.

Pada waktu sore rumah sedang kosong, orangtua sedang pergi dan kebetulan pembantu juga sedang tidak ada. Adikku sedang pergi. Aku menyewa VCD BF XX dan X2. Aku senang sekali, karena tidak ada gangguan pas sedang nonton. Cerita X2 di VCD itu kebetulan bercerita tentang seks antara adik dan kakak. Gila sekali deh adegannya. Kupikir kok bisa ya. Eh, aku berani tidak ya melakukan itu sama adikku yang masih SMP? tapi kan adikku masih polos sekali, kalau di film ini mah sudah jago dan pro, pikirku dalam hati. Sedang nonton plus mikir gimana caranya melakukan sama adikku, eh, bel berbunyi.

Wah, teryata adikku, si Dina sama temannya datang. Sial, mana filmnya belum selesai lagi. Langsung kusimpan saja tuh VCD, terus kubukakan pintu. Dina sama temannya masuk. Eh, temannya manis juga loh.
"Dari mana lo?" tanyaku.
"Dari jalan dong. Emang kayak kakak, ngedekem mulu di rumah," jawabnya sambil manyun.
"Aku juga sering jalan tau, emang elo doang. Cuman sekarang lagi males," kataku.
"Oh iya, Kak. Kenalin nih temenku, namanya Anti, temen sekelasku," katanya.
Akhirnya aku kenalan sama itu anak. Tiba-tiba si Dina tanya, "Lihat VCD Boyzone aku tidak?"
"Tau, cari saja di laci," kataku.
Eh, dia membuka tempat aku menaruh VCD BF. Aku langsung gelagapan.
"Eh, bukan di situ.." kataku panik.
"Kali saja ada," katanya.
Telat. Belum sempat kutahan dia sudah melihat VCD XX yang covernya lumayan hot itu, kalau yang X2 sih tidak pakai gambar.
"Idih.. Kak. Kok nonton film kayak begini?" katanya sambil memandang jijik ke VCD itu.
Temannya sih senyum-senyum saja.
"Enggak kok, aku tadi dititipin sama temanku," jawabku bohong.
"Bohong banget. Ngapain juga kalo dititipin nyasar sampe di laci ini," katanya.
"Kak, ini film jorok kan? Nnngg.. kayak apa sih?" tanyanya lagi.

Aku tertawa saja dalam hati. Tadi jijik, kok sekarang malah penasaran.
"Elo mao nonton juga?" tanyaku.
"Mmm.. jijik sih.. tapi.. penasaran Kak.." katanya sambil malu-malu.
"Anti, elo mao nonton juga tidak?" tanyanya ke temannya.
"Aku mah asyik saja. Lagian aku udah pernah kok nonton film kayak begitu," jawab temannya.
"Gimana.. jadi tidak? keburu mama sama papa pulang nih," desakku.
"Ayo deh. Tapi kalo aku jijik, dimatiin ya?" katanya.
"Enak saja lo, elo kabur saja ke kamar," jawabku.

Lalu VCD itu aku nyalakan. Jreng.. dimulailah film tersebut. Aku nontonnya sambil sesekali memandangi adikku dan temannya. Si Anti sih kelihatannya tenang nontonnya, sudah "expert" kali ya? Kalau adikku kelihatan begitu baru pertama kali nonton film seperti begitu. Dia kelihatan takut-takut. Apalagi pas adegan rudalnya cowok dihisap. Mana itu rudal besarnya minta ampun.
"Ih, jijik banget.." kata Dina.
Pas adegan ML sepertinya si Dina sudah tidak tahan. Dia langsung kabur ke kamar.
"Yee, malah kabur," kata Anti.
"Elo masih mao nonton tidak?" tanyaku ke si Anti.
"Ya, terus saja," jawabnya.
Wah, boleh juga nih anak. Sepertinya, bisa nih aku main sama dia. Tapi kalau dia marah gimana? pikirku dalam hati. Ah, tidak apa-apa kok, tidak sampai ML ini. Sambil nonton, aku duduknya mendekat sama dia. Dia masih terus serius nonton. Lalu kucoba pegang tangannya.

Pertama dia kaget tapi dia tidak berusaha melepas tangannya dari tanganku. Kesempatan besar, pikirku. Kuelus saja lehernya. Dia malah memejamkan matanya. Sepertinya dia menikmati begitu. Wow, tampangnya itu lho, manis! Aku jadi ingin nekat. Waktu dia masih merem, kudekati bibirku ke bibir dia. Akhirnya bersentuhanlah bibir kami. Karena mungkin memang sudah jago, si Anti malah mengajak French Kiss. Lidah dia masuk ke mulutku dan bermain-main di dalam mulut. Sial, jagoan dia daripada aku. Masa aku dikalahin sama anak SMP sih. Sambil kami ber-French Kiss, aku berusaha masukkan tanganku ke balik bajunya. Mencari sebongkah buah dada imut. Ukuran dadanya tidak begitu besar, tapi sepertinya sih seksi. Soalnya badan si Anti itu tidak besar tapi tidak kurus, dan tubuhnya itu putih.

Begitu ketemu buah dadanya, langsung kupegang dan kuraba-raba. Tapi masih terbungkus sama bra-nya.
"Baju elo gue buka ya?" tanyaku.
Dia ngangguk saja sambil mengangkat tangannya ke atas. Kubuka bajunya. Sekarang dia tinggal pakai bra warna pink dan celana panjang yang masih dipakai.
"Shit!" kataku dalam hati. "Mulus sekali!"
Kubuka saja bra-nya. Payudaranya bagus, runcing dan putingnya berwarna pink. Langsung kujilati payudaranya, dia mendesah, aku jadi makin terangsang. Aku jadi pingin menyetubuhi dia. Tapi aku belum pernah ML, jadi aku tidak berani. Tapi kalau sekitar dada saja sih aku lumayan tahu. Gimana ya? Tiba-tiba pas aku lagi menjilati payudara si Anti, adikku keluar dari kamar. Kami sama-sama kaget. Dia kaget melihat apa yang kakak dan temannya perbuat. Aku dan Anti kaget pas melihat Dina keluar dari kamar. Si Anti buru-buru pakai bra dan bajunya lagi. Si Dina langsung masuk ke kamarnya lagi. Sepertinya dia shock melihat apa yang kami berdua lakukan. Si Anti langsung pamit mau pulang.
"Bilang sama Dina ya.. sorry," kata Anti.
"Tidak apa-apa kok," jawabku. Akhirnya dia pulang.

Aku ketuk kamarnya Dina. Aku ingin menjelaskan. Eh, dianya diam saja. Masih kaget kali ya, pikirku. Aku tidur saja, dan ternyata aku ketiduran sampai malam. Pas kebangun, aku tidak bisa tidur lagi, aku keluar kamar. Nonton TV ah, pikirku. Pas sampai di depan TV ternyata adikku lagi tidur di kursi depan TV. Pasti ketiduran lagi nih anak, kataku dalam hati. Gara-gara melihat dia tidur dengan agak "terbuka" tiba-tiba aku jadi keingat sama film X2 yang belum selesai kutonton, yang ceritanya tentang hubungan seks antara adik dan kakak, ditambah hasrat aku yang tidak kesampaian pas sama Anti tadi. Ketika adikku menggerakan kakinya membuat roknya tersingkap, dan terlihatlah CD-nya. Begitu melihat CD-nya aku jadi semakin nafsu. Tapi aku takut. Ini kan adikku sendiri masa aku setubuhi sih. Tapi dorongan nafsu semakin menggila. Ah, aku peloroti saja CD-nya. Eh, nanti kalau dia bangun bagaimana? Ah, cuek saja. Begitu CD-nya turun semua, wow, belahan kemaluannya terlihat masih amat rapat dan dihiasi bulu-bulu halus yang baru tumbuh. Kucoba sentuh, hmm.. halus sekali. Kusentuh garis kemaluannya. Tiba-tiba dia menggumam, aku jadi kaget. Aku merasa di ruang TV terlalu terbuka. Kurapikan lagi pakaian adikku, terus kugendong ke kamarnya.

Sampai di kamar dia, it's show time, pikirku. Kutiduri dia di kasurnya. Kubukakan bajunya. Ternyata dia tidak pakai bra. Wah, payah juga nih adikku. Nanti kalau payudaranya jadi turun bagaimana. Begitu bajunya terbuka, buah dada mungilnya menyembul. Ih, lucu bentuknya. Masih kecil buah dadanya tapi lumayan ada. Kucoba hisap putingnya, hmm.. nikmat! Buah dada dan putingnya begitu lembut. Eh, tiba-tiba dia bangun!
"Kak..ngapain lo!" teriaknya sambil mendorongku.
Aku kaget sekali,
"Ngg.. ngg.. tidak kok, aku cuma pengen nerusin tadi pas sama si Anti, tidak papa kan?" jawabku ketakutan.
Aku berharap orangtua aku tidak mendengar teriakan adikku yang agak keras tadi. Dia menangis.
"Sorry ya Din, gue salah, habis elo juga sih ngapain tidur di ruang TV dengan keadaan seperti itu, tidak pake bra lagi," kataku.
"Jangan bilang sama mama dan papa ya, please.." kataku.
Dia masih nangis. Akhirnya kutinggali dia. Aduh, aku takut nanti dia ngadu.

Sejak saat itu aku kalau ketemu dia suka canggung. Kalau ngomong paling seadanya saja. Tapi aku masih penasaran. Aku masih ingin mencoba lagi untuk "ngegituin" .

Mulusnya Ibuku, Nikmatnya Kakakku

Cerita ini adalah cerita yang benar-benar terjadi. Tapi nama-nama dalam cerita ini terpaksa kusamarkan untuk kepentingan privasiku. Sebelumnya akan saya ceritakan sedikit tentang latar belakang keluargaku. Aku (Anto), usiaku kini 23 tahun anak bungsu dari dua bersaudara. Kakakku Atik lima tahun lebih tua dari aku. Aku berasal dari keluarga sederhana ayahku sebagai mantri dan ibuku sebagai bidan di puskesmas yang sama. Kami tinggal di sebuah kota kecil di Jawa Timur.

Cerita ini bermula sekitar sepuluh tahun yang lalu dan berlangsung terus sampai saat ini. Malam itu karena hawa panas sekali aku tiba tiba terbangun aku lihat jam dinding di kamarku waktu menunjukkan pukul setengah dua belas malam. Aku tidur sekamar dengan kakakku (satu kamar dua ranjang). Kamarku berada tepat disamping kamar ayahku, di dinding antara kamarku dan kamar ayahku ada sebuah jendela yang tak pernah dibuka lagi, kebetulan ranjang yang aku tempati ada di bawah jendela kayu tersebut. Entah kenapa pada saat itu aku iseng mengintip ke kamar Ayah.

Ternyata malam itu Ayah dan ibuku sedang melakukan hubungan seks (aku tahu itu karena walaupun usiaku masih 13 tahun aku waktu itu sudah sering nonton BF bareng teman-teman dan sering pula onani). Untung lampu kamar Ibu tidak pernah dimatikan, jadi aku dapat melihat dengan jelas lekuk tubuh ibuku dengan jelas. Aku sangat terangsang melihat tubuh ibuku yang sedang telanjang, padahal sebelumnya aku tidak pernah terpikir untuk melihat lekuk tubuh ibuku walaupun sering ibuku berganti baju tanpa menutup pintu. Atau beraktifitas di dapur dengan rok yang minim, keluar dari kamar mandi hanya berlilit handuk. Entah setan apa yang ada dipikiranku malam itu sehingga aku sangat terangsang sekali menyaksikan Ayah dan ibuku sedang telanjang.

Kulihat Ibu sedang menggenggam kontol ayahku dan jari-jari ayahku sedang masuk ke dalam vagina ibuku. Ibuku terlihat seksi di usianya yang ke 42 tahun kulit Ibu tampak mulus sekali walaupun agak sedikit gemuk, vaginanya tembem sekali susunya agak sedikit turun dengan pahanya yang gempal dan lipatan lemak di perut Ibu. Tak lama kemudian aku lihat Ayah berusaha memasukkan kontolnya ke vagina Ibu (aku maklum Ayah orang yang kolot jadi tak ada acara oral seks setiap kali melakukan hubungan seks). Ibuku menggoyang pantatnya seiring dengan ayahku menaik turunkan pantatnya.

"Bu, enak sekali Bu ah.. ah.." kata ayahku sambil nafasnya ngos-ngosan.
"Iya Pak sampai mentok rasanya.." jawab ibuku gaya yang dipakai Ayah Ibu-ku cuma gaya konvensional, tak lama berselang pantat ayahku terlihat berkejat kejat tanda orgasme. Lalu Ayah turun dari tubuh ibuku dan pergi kekamar mandi sekarang tinggallah tubuh ibuku yang telentang melepas lelah dan tampak pejuh ayahku keluar lagi dari vagina Ibuku.

Aku makin tak tahan maka aku mulai mengeluarkan kontolku yang sudah siap dikocok. Sedang asyik mengocok tiba tiba aku dikagetkan kakakku yang menggeliat berubah posisi tidurnya. Otak isengku kembali muncul karena melihat selimut dan daster kakakku tersingkap. Aku segera berdiri dan pelan-pelan naik keranjang Atik. Aku mengambil posisi dibelakangnya, lalu aku singkap celana pendekku kukeluarkan kontolku lalu pelan pelan aku tempelkan ke pantatnya dan aku sodok sodokkan ke pantatnya yang masih tertutup celan dalamnya. Tanganku aku taruh ke susunya, ternyata ia tidak pakai BH lalu kuremas pelan pelan.

Tiba tiba ia terbangun aku segera diam dan pura-pura masih tidur. Perasaanku waktu itu sangat kacau antara takut dan terangsang campur jadi satu. Setelah ia menoleh ke arah ku dan menepis tanganku ia kembali tidur lagi. Aku berpikir keras apakah ia tahu apa yang sedang aku lakukan sebab aku tidak sempat menutup celanaku. Pelan pelan kembali aku mencoba goyang-goyangkan pantatku lagi dan Atik tak bereaksi aku rasa ia pura pura tidur, tangankupun kembali aktif membelai belai susunya.

Susu kakakku agak kecil dibanding susu ibuku tapi punya kakakku lebih keras dan putingnya sangat kecil. Aku makin yakin ia pura-pura tidur karena nafasnya makin memburu. Tidak puas hanya bermain susu maka tanganku berusaha masuk celana dalamnya tanganku bergerak gerak diluarnya, terasa agak lembab dan licin rupanya ia terangsang juga. Saat aku berusaha memasukkan jariku ke dalam lubang dimemeknya tiba tiba ia berbisik.

"Jangan Tok.." Aku kaget setengah mampus..
"Aku masih perawan Tok.." katanya lagi.
"Aku kepingin sekali Mbak" kuberanikan diri untuk menjawabnya.
"Sebenarnya aku juga pingin, tapi jangan dimasukin nanti aku tidak perawan lagi"
"Terus gimana dong?" kataku.
"Pakai ini.." katanya sambil menunjuk bibirnya lalu ia segera memegang kontolku dan segera memasukkan kontolku dalam mulut nya.

Dari gerakannya sepertinya ia ahli dalam melakukan ini mungkin sudah terbiasa sama pacarnya. Aku tak mau kalah aku meraih selangkangannya dan menciumi memeknya. Tak lama kemudian tiba tiba laharku seakan mau meledak dan aku tumpahkan semuanya dalam mulut kakakku. Tak lama setelah itu di susul dengan erangan halus kakakku tanda ia orgasme juga.

"Kamu nakal.." kata kakakku setelah memuntahkan seluruh pejuhku ke selembar tissu.
"Mbak cantik sih.." kataku merayu.
"Sudah tidur sana."
"Lain kali lagi ya" kataku lagi.
"Idih maunya?" jawabnya.

Aku segera tertidur dengan senyum kepuasan. Keesokan harinya kulihat kakakku bersikap biasa seperti tak pernah terjadi apa apa. Tapi yang berubah justru aku, aku kini jadi semakin binal sebab aku jadi suka sekali memperhatikan lekuk tubuh ibuku dan kakakku. Hampir setiap malam aku mengintip kegiatan Ayah dan Ibu. Rupanya mereka doyan juga hampir tiap malam aku saksikan mereka melakukan itu. Pantas tiap hari ibuku pasti mandi basah. Sedangkan aku sendiri makin sering curi-curi kesempatan untuk melihat keseksian tubuh ibuku dari dekat.

Pernah suatu saat aku memperhatikan ibuku yang sedang ganti pakaian. Dan pada saat itu aku menyadari kenapa aku sangat tergila gila pada tubuh ibuku. Tubuh ibuku sangat ideal walaupun sedikit gemuk. Ia sangat rajin merawat tubuh, ia sering luluran sehingga kulitnya putih bersih. Yang aku suka dari tubuh ibuku adalah kulitnya yang putih dan pahanya yang gempal. Ibuku memang suka teledor dan sembarangan sehingga hari-hariku selalu aku manfaatkan untuk memperhatikan kemulusan tubuh ibuku. Kalau malam aku selalu melampiaskannya pada kakakku hampir tiap malam aku melakukan dengan kakakku, walaupun kami melakukannya sampai bugil kami saling menjaga agar tidak sampai memasukkannya ke dalam memeknya.

Pernah suatu saat kami mencoba memasukkan ke lubang pantatnya tapi tidak jadi karena sangat sakit katanya sehingga aku tidak tega meneruskan. Kakakku sangat cantik dan mulus sekali sehingga ketika melihat ia telanjang saja aku sudah sangat terangsang. Jadi hampir setiap malam aku dipuaskan oleh kakakku dengan cara oral.

Sampai pada tahun lalu saat persiapan pernikahan kakakku. Kakakku meminta pengertian dari aku untuk segera menghentikan hubungan terlarang ini, aku setuju saja. Tapi ini cuma bertahan dua bulan. Waktu itu suami Kakak saya ke luar kota untuk suatu urusan kakakku menginap dirumah kami. Saat itu sebenarnya aku cukup kikuk dalam bersikap dengan kakakku (mengingat kami sudah berjanji). Lalu pada malam itu kami kembali tidur dalam sekamar. Kami sama-sama kikuk. Aku sangat gelisah dan tidak bisa tidur, aku perhatikan begitu juga kakakku.

"Belum tidur Tok..??" kata kakakku.
"Iya nih susah banget tidurnya.." jawabku.

Lalu tiba tiba kakakku pindah keranjangku sambil berbisik.

"Pingin.. Ya.."
"Tapi kan sudah janji.."
"Nggak apa deh Mbak juga lagi pingin nih" katanya sambil meraih kontolku.

Akupun tak ingin kalah segera kulucuti bajunya segera pula kuraih susunya dan aku jilati putingnya. Kini ia merosot sampai bawah perutku dan segera memasukkan kontolku ke dalam mulutnya. Segera aku menggenjotnya lalu ia menahan pinggulku sehingga menghentikan genjotanku.

Lalu ia berkata, "Masukin sini aja tok.." katanya sambil menunjuk memeknya.

Wah asyik nih.. Ini yang aku tunggu tunggu pikirku. Maka segera saja aku mengambil posisi siap tembak. Lalu pelan-pelan Mbak Atik mengarahkan kontolku ke memeknya. Aku dapat merasakan betapa sempit dan hangatnya vagina kakakku ini.

"Pelan pelan Tok.. Agak sakit.."
"Soalnya punya kamu lebih gede dari punya Mas Ari.."

Memang sih aku dapat merasakan sempit sekali dan masih berasa seperti kretek.. kretek.. Lama-lama aku goyang terus dan aku kembali bertanya.. "Enak nggak Mbak?"
Lalu ia menjawab, "Iya Tok sudah mulai enak lebih terasa dari punya Mas Ari.."

Aku genjot terus sampai kira kira lima belas menit saat mau keluar tiba tiba ia berbisik.

"Jangan di keluarin di dalem tok nanti aku hamil anakmu.."

Maka ketika aku ingin orgasme cepat-cepat aku cabut dan aku kocok di atas perutnya sehingga pejuhku menyembur ke perut dan susunya.

Hari itu kakakku menginap di rumahku selama seminggu jadi setiap malam aku puaskan birahiku bersama kakakku sampai pagi. Akhirnya aku bisa benar benar menikmati vagina kakakku tanpa takut perawannya rusak. Untuk menjaga supaya tidak hamil aku selalu tumpahkan pejuhku di luar dan kadang kadang dimulutnya. Berbagai macam gaya dan variasi aku praktekkan bersama kakakku tapi dengan pelan pelan taku didengar Ayah Ibu. Kakakku ini nafsunya sangat besar seperti ibuku ia maunya tiap malam pasti mengajakku untuk mengulanginya lagi.

Sekembalinya kakakku ke rumahnya aku kembali kesepian. Sekarang hari hariku kuisi dengan mengintip ibuku yang masih tampak seksi di usianya yang kepala lima sambil onani, tapi kegiatan ini kuanggap mengasyikkan juga aku makin betah tinggal di rumah, kadang kalau siang aku melihat Ibu tidur siang dengan rok yang menyingkap ingin sekali aku meraba pahanya yang mulus tapi aku tidak berani melakukan itu. Sesudah itu aku melakukan onani di kamarku sepuas puasnya.

Pernah suatu saat aku kepergok ibuku saat onani dan aku lupa mengunci pintu kamarku. Ibu nyelonong masuk aku cepat-cepat menutupi kontolku dengan bantal. Ibu pura pura tidak tahu dan berkata, "Ibu kira kamu keluar.. Tok"
Sejak saat itu aku selalu mengunci kamarku bila ingin onani. Kini aku selalu menunggu saat saat kakakku bisa menginap di rumah kami (biasanya satu bulan sekali).

Mbak Irma

"Hey kok ada di sini!" Kami sama-sama kaget ketika sore itu bertemu di front desk sebuah hotel terbaik di Yogyakarta.
"Baru datang?, Mbak Irma sama siapa?" tanyaku.
"Sendiri," jawabnya, "Udah berapa lama disini?" ia balik bertanya.
Mbak Irma adalah istri kakak iparku. Ia baru datang mendapat tugas mendadak dari kantornya dan besok sore sudah pulang lagi ke Jakarta. Sedangkan aku baru pulang dari tempat kerja, sudah tiga hari di Yogya dari rencananya seminggu. Karir Mbak Irma di kantornya memang cukup baik, bahkan penghasilannya jauh lebih baik ketimbang suaminya. Jika bertemu aku, ia cukup antusias membicarakan masalah-masalah pekerjaan. Sedangkan suaminya biasanya diam saja mendengarkan dan tidak bisa mengikuti pembicaraan.

Mbak Irma mempunyai paras yang cantik, tetapi yang lebih mengundang pikiran jorok para lelaki adalah tubuhnya yang mungil dan sintal amat seksi. Menyadari kelebihannya itu, ia selalu memakai celana panjang dan baju-baju atau kaos yang ketat. Seakan sengaja mempertontonkan buah dada dan lekukan-lekukan indah tubuhnya. Terus terang setiap bertemu atau berbicara dengannya aku tidak kuat lama-lama menatapnya. Aku seringkali berpaling ke arah lain kalau berbicara dengannya. Keadaan itu justru membuat janggal hubungan kami. Mbak Irma seakan mengerti usahaku untuk menjinakkan liar mataku. Aku hampir tak pernah bisa bicara dengannya secara santai. Parasnya yang sensual selalu membuatku gelisah. Pernah suatu saat aku mencoba untuk bersikap santai berbicara sambil menatap matanya yang bening. Tetapi lama-kelamaan mataku terasa berat kemudian semakin berat lagi seolah menahan beban puluhan ton. Akhirnya mataku merasa capai sehingga kemudian pandanganku turun, kemudian turun lagi dan berhenti pada buah dadanya yang menyembul di balik kaosnya yang ketat. Aku menarik nafas panjang sebelum kemudian tersadar kembali. Akan tetapi kesadaran itu sudah terlambat, Mbak Irma telah menangkap basah kelakuan mataku yang nakal. Entah apa yang dipikirkan Mbak Irma saat itu. Ia kemudian merubah posisi duduknya. Setelah kejadian itu aku semakin tidak berani menatap Mbak Irma.

Akan tetapi sekarang Mbak Irma ada di depanku. Setelah check in, aku membantu Mbak Irma membawakan tasnya ke kamarnya. Ketika berjalan di lorong hotel, aku sempat memperhatikan pantat Mbak Irma yang sintal seolah meliuk-liuk menggoda kejantananku. "Lumayan juga hotelnya," ujarnya sambil memperhatikan sekeliling kamar. Setelah menyimpan barang-barangnya di lemari, aku kemudian duduk di kursi menghadap ke tempat tidur. Sementara itu Mbak Irma kemudian melepaskan jaketnya sehingga kini yang tersisa adalah tang top-nya yang berwarna hitam dengan celana ketatnya berwarna hitam juga. Dengan baju yang relatif minim itu, kini belahan dada dan pangkal lengan Mbak Irma semakin terbuka. Aku mengagumi begitu mulus dan putihnya tubuh Mbak Irma.

"Aduh capai juga," gumannya. Setelah minum aqua yang tersedia di meja kecil kemudian dia berjalan menghampiri tempat tidur. Tidak disangka-sangka ia kemudian membalikkan badannya kemudian merebahkan badannya di tempat tidur sementara kakinya menggantung ke lantai. Apa yang terlihat adalah onggokan kewanitaannya yang menyembul di balik celananya yang relatif tipis. Bahkan belahan diantara dua bibir kemaluannya pun tampak dengan jelas terlihat. Suasana dalam kamar yang hening dan nyaman itu ikut membantu meningkatkan nafsuku. Detak jantungku semakin terasa memburu. Aku merasakan ada aliran panas antara jantung sampai ke tenggorokan. Nafasku menjadi tersengal-sengal. Beberapa kali aku menarik nafas panjang mencoba menenangkan diri. Kejantanan dan sekitarnya terasa panas dan kaku atau entah apa rasanya.

Kini kepalaku terasa pusing, mungkin peredaran darahku menjadi tidak teratur. Dalam keadaan tersebut pikiran warasku telah terbang entah ke mana. Aku mencoba lagi sekuat tenaga untuk mengendalikan diri, terlintas di pikiranku untuk segera lari secepat kilat menerjang pintu menjauhi situasi yang sangat menyiksa itu. Akan tetapi semakin lama aku semakin tidak dapat mengendalikan diri. Dalam pikiranku, aku ingin berbuat sesuatu. Kalaulah nanti terjadi apa-apa dan Mbak Irma marah, aku akan segera balik menyalahkan Mbak Irma, kenapa bersikap begitu, mengundang nafsuku sebagai laki-laki yang normal. Tekadku sekarang telah terfokus. Aku ingin meraba onggokan indah di selangkang Mbak Irma itu. Akan tetapi tanganku kini menjadi kaku. Seakan erat menempel pada sandaran kursi. Akan tetapi kepalaku yang sudah semakin pusing dan darahku yang semakin mendidih telah mendorongku untuk berbuat nekat.

Setelah aku berdiri, tampaklah wajah sensual Mbak Irma beserta dua payudaranya yang montok. Matanya menatapku, mestinya dia tahu gelagatnya bahwa aku sedang mendekatinya. Kalaulah dia akan menolak, semestinya dia segera merubah posisi tubuhnya pikirku. Akan tetapi ia hanya menatapku. Berarti dia tidak menghindar terhadap semua kemungkinan yang akan terjadi pikirku. Tanpa basa-basi aku mengelus onggokan yang kuimpikan itu, kemudian aku berjongkok mencium onggokan itu dalam-dalam. Aku menciumnya dengan nafas yang panjang sampai paru-paruku penuh. Betul juga dugaanku, dia tidak marah. Dia menggelinjang sebentar, tanpa merubah posisi tubuhnya. Setelah menciumnya dengan penuh kelembutan, aku bangkit kembali, kemudian merayap di tempat tidur menghampiri wajahnya.
"Mbak aku nggak tahan.." ucapku mesra.
"Ah Ronny.." sahutnya.
"Mbak, aku ingin menyetubuhimu," godaku.
Sengaja aku mengucapkan kata-kata jorok untuk membangkitkan birahinya. Dia tertawa kecil.
"Ron, seharusnya jadwalku ke Yogya baru minggu depan, tetapi sengaja kupercepat menjadi hari ini setelah tahu bahwa kamu ada di sini," ucapnya.
Nah lo. Pengakuannya bagaikan guntur yang menggema ke seluruh ruangan. Berarti dia ingin ketemu aku.

"Mbak.." gumanku. Aku segera merangkulnya kemudian menyeret tubuhnya ke atas sehingga seluruh tubuhnya kini berada di atas kasur. Aku memeluknya, menindihnya, kemudian menciumi pipi kiri dan kanannya penuh kemesraan. Sedangkan kedua tangan Mbak Irma merangkul pundakku, erat sekali. Nafas kami sama-sama memburu. Terasa kenyal buah dadanya. Lama aku menggumulinya, menciumi lehernya kemudian bawah telinganya baik kiri maupun kanan. Kami sama-sama menarik nafas panjang. Mbak Irma ternyata sangat bernafsu. Bibir sensualnya menyambar bibirku, kemudian kami saling mengulum. Tampaknya ia mencari lidahku, kemudian kujulurkan dan langsung dia hisap dalam-dalam. Tangan Mbak Irma terus merayap-rayap di sekitar punggungku. Kini selangkangan Mbak Irma terasa bergerak mengangkat ke atas dan ke bawah.

Kemudian aku duduk, kupelorotkan celana panjangnya berbarengan dengan CD-nya sampai benar-benar terlepas. Tidak begitu susah karena karet di sekitar pinggang celananya yang lentur, demikian juga Mbak Irma ikut membantu. Gila benar. Di hadapanku terhampar pemandangan surga dunia nan indah. Kulitnya sangat mulus, putih bersih bagaikan pualam. Sementara di sekitar lubang surganya ditumbuhi bulu-bulu tipis nan halus. Sementara bibir surganya sangat indah, mungil berwarna merah kecoklatan. Aku segera mengulum bibir surganya itu. Aku remas-remas menggunakan bibirku. Kembali aku melumat bibir-bibir surganya itu dengan buasnya. Kedua kakinya kemudian ditekuk sehingga telapaknya menapak di tempat tidur. Mbak Irma menggelinjang-gelinjang naik turun. "Oh.. oh.. oh, Rud.." Aku segera menjulurkan lidah menyapu lubang surganya dari bawah sampai ke atas. Sedangkan kedua tanganku memegangi kedua paha mungilnya. Lidahku kemudian berputar-putar di sekitar klitorisnya. Gerakan pinggulnya semakin lincah lagi demikian juga nafasnya semakin memburu. Tidak lama kemudian kedua kakinya rapat menjepit kepalaku diiringi erangan panjang yang memilukan. "Oh.." Terasa ada cairan hangat mengalir dari lubang kenikmatannya. Ternyata Mbak Irma telah mencapai orgasmenya. Aku menghentikan semua aktivitasku sampai tubuh Mbak Irma lunglai. Kakinya kemudian dijulurkan lagi.

Sejenak kemudian Mbak Irma duduk, ia membuka dasi yang masih mengikat di leherku, kemudian kancing bajuku satu-satu ia lepaskan. Akupun kemudian membuka baju dan BH-nya. Wow.. Tampaklah payudara yang montok menggantung kencang di dadanya. Aku tak habis pikir, mengapa tubuh Mbak Irma begitu bagusnya. Kemudian Mbak Irma meraih ikat pinggangku, melepaskannya kemudian celanaku pun ia pelorotkan. Akirnya kami sama-sama telanjang. Sementara itu senjataku sudah tegak berdiri. Aku langsung menyambar dan melumat payudara yang ranum itu dengan rakusnya. Kemudian mendorong Mbak Irma sehingga rebah kembali. Namun Mbak Irma meronta berusaha merubah posisinya, setelah kuberi kesempatan ternyata ia berputar membentuk posisi 69, kemudian ia mengulum kejantananku. Aku menggelinjang merasakan nikmatnya permainan bibir mungilnya. Sementara itu, aku menikmati indahnya pantat Mbak Irma kemudian meremas-remasnya. Mbak Irma pandai sekali memainkan lidah dan bibirnya mengocok kejantananku. Aku menggelinjang-gelinjang lagi merasakan nikmatnya yang tiada tara. Untuk mengimbangi permainan Mbak Irma yang luar biasa, kemudian aku memainkan lubang kenikmatannya yang sudah basah tidak karuan. Kemudian aku kocok menggunakan jari tengahku. Rupanya Mbak Irma sudah tidak tahan.

Mbak Irma bergerak merubah posisinya kemudian duduk di sampingku yang kini terlentang. "Ronn.. masukin yah," pintanya memelas. Aku hanya mampu tersenyum. Mbak Irma kemudian mengangkang di selangkanganku. Ia membimbing dan mengarahkan kejantananku ke lubang kenikmatannya. Kemudian perlahan-lahan menurunkan pantatnya. Setelah kepala kejantananku masuk, kemudian ia mengeluarkannya lagi dan kemudian mengocoknya kembali. Kejantananku semakin dalam menerobos lubang kenikmatannya yang mungil. Semakin dalam semakin terasa nikmat sekali pijitan-pijitan lubang kenikmatannya. Aku tak dapat lagi menceritakan bagaimana nikmatnya saat itu, apalagi Mbak Irma adalah fantasiku selama ini. Kedua payudaranya kuremas-remas. Gerakan Mbak Irma semakin liar. Desahannya semakin kencang. "Oh.. oh.. oh.." Ia terus mengocok kejantananku. Semakin kencang. Semakin kencang lagi. Akhirnya Mbak Irma menjatuhkan badannya ke dadaku. Wajahnya lekat diselusupkan di leherku. Nafasnya tersengal-sengal. Sementara pantatku terus kudorong ke atas. "Ron aku mau keluar.." desahnya tertahan. "Aku juga Ir.." jawabku. Tak lama kemudian kami sama-sama mencapai klimaksnya. Terasa lubang kenikmatannya berdenyut-denyut meremas kejantananku. Kami sama-sama lunglai. Mbak Irma tertidur dalam pelukan di dadaku.

Sekitar sejam kemudian kami sama-sama kaget terbangun oleh dering suara telepon. Ternyata HP Mbak Irma yang berbunyi. Mbak Irma kemudian menjawabnya, "Hallo Pap.." Ternyata telepon dari kakak iparku, suaminya. Ia duduk dengan kaki kirinya bersila sementara kaki kanannya ditekuk tegak. Ia merunduk menempelkan HP di telinganya. Rambutnya terurai menutupi wajahnya. Kemudian ia menyibakkan rambutnya. Tampak sekali lagi wajah sensualnya seperti yang selama ini kulihat. Tapi kali ini aku melihatnya dalam keadaan telanjang bulat. Tiba-tiba nafsuku bangkit kembali. Kejantananku terasa memanas dan kemudian tegak berdiri. Aku kemudian menghampirinya dan memeluknya. Tangan kiri Mbak Irma berusaha mencegahku. Tetapi aku terus meremas payudaranya dari belakang dan menciumi pundaknya.

Akhirnya Mbak Irma mengikuti kegilaanku selagi dia telepon suaminya. Ia berusaha mengurangi pembicaraannya dan memancing suaminya untuk terus berbicara. Nafsuku semakin memburu. Demikian juga Mbak Irma. Ia menggeliat-geliat sambil memejamkan matanya. Kemudian aku membimbingnya untuk menungging. Ia mengikutinya. Nafsuku semakin memuncak lagi. Kali ini aku semakin terburu-buru. Kejantananku langsung kumasukkan ke lubang kenikmatannya dari belakang. Pelan-pelan akhirnya seluruh kejantananku masuk. Kedua pantat indahnya kupegang. Aku lanjutkan dengan mengocok kejantananku. Aku semakin bergairah kala itu. Tampaknya Mbak Irma semakin tidak tahan. Pipi kirinya jadi tumpuan di atas bantal sementara HP-nya terus menempel di pipi kanannya. Aku terus mengocoknya sampai terdengar bunyi, "Blep.. blep.. blep.." Tampaknya Mbak Irma menutup HP-nya dan dilanjutkan dengan erangan yang tadi tertahan. "Oh.. ohh.. oh.." tak lama kemudian kami sama-sama mencapai puncak kenikmatan lagi. Kemudian kami berpelukan lagi. "Gila kamu," katanya sambil ketawa. Kemudian kami tertawa bersama-sama.

Ketika aku kembali ke Jakarta, aku beberapa kali menyakinkan diri bahwa tidak ada yang janggal dari sikapku. Aku takut sekali kalau perbuatanku sampai tercium. Demikian juga tatkala suatu saat Mbak Irma sekeluarga datang ke tempatku yaitu tempat mertuaku, aku berusaha menghindar darinya. Setelah basa-basi sebentar aku kemudian pergi ke halaman belakang menyiram bunga-bunga. Namun Mbak Irma memang nakal, ia malah sengaja mencari kesempatan menghampiriku pura-pura mau menjemur baju anaknya. "Ronn.. kapan tugas ke luar kota lagi?" bisiknya sambil melirik dan senyum menggoda.

Malam Indah Bersama Adik Sepupuku

Kedua barbel kecil masing-masing seberat 5 kilogram terasa telah kian berat saja kuayun-ayunkan bergantian. Keringatku telah sejak tadi berseleweran membasahi seluruh tubuhku yang kuperhatikan lewat cermin sebesar pintu di depanku itu telah tambah mekar dan kekar. Kalau dibandingkan dengan atlet binaraga, aku tak kalah indahnya. Aku hanya tersenyum sambil kemudian menaruh kedua barbelku dan menyeka keringat di dahi. Kuperhatikan jam telah menunjukan pukul 22:39 tepat. Ya, memang pada jam-jam seperti ini aku biasa olahraga berat untuk membentuk otot-otot di tubuhku. Suasana sepi dan udara sejuk sangat aku sukai. Kamar kost-ku di pinggirn utara kota Jogja memang menawarkan hawa dinginnya. Itulah sebabnya aku sangat betah kost di sini sejak resmi jadi mahasiswa hingga hampir ujian akhirku yang memasuki semester delapan ini.

Sudah jadi kebiasaanku, aku selalu berolahraga dengan telanjang bulat, sehingga dapat kuperhatikan tubuhku sendiri lewat cermin itu yang kian hari kian tumbuh kekar dan indah. berkulit sawo matang gelap. Rambut kasar memenuhi hampir di seluruh kedua lengan tangan dan kaki serta dadaku yang membidang ke bawah, lebih-lebih pada daerah kemaluanku. Rambutnya tumbuh subur dengan batang zakarnya yang selalu terhangati olehnya. Kuraba-raba batang kemaluanku yang mulai beranjak tegang ereksi ini. Hmm, ouh, mengasyikan sekali. Air keringatku turut membasahi batang zakar dan buah pelirku. Dengan sambil duduk di kursi plastik aku berfantasi seandainya ini dilakukan oleh seorang wanita. Mengelus-elus zakarku yang pernah kuukur memiliki panjang 20 centimeter dengan garis lingkar yang 18 centimeter! Mataku hanya merem melek saja menikmati sensasi yang indah ini. Perlahan-lahan aku mulai melumuri batang zakarku dengan air liurku sendiri. Kini sambil menggenggam batang zakar, aku terus menerus melakukan mengocok-ngocok secara lembut yang berangsur-angsur ke tempo cepat.

Aku tengah menikmati itu semua dengan sensasiku yang luar biasa ketika tiba-tiba pintu kamar kost-ku diketok pelan-pelan. Sial, aku sejenak terperangah, lebih-lebih saat kudengar suara cewek yang cukup lama sekali tak pernah kudengar.
"Mas, Mas Wid? Ini aku, Irma!"
Irma? Adik sepupuku dari Pekalongan? Ngapain malam-malam begini ini datang ke Jogja? Gila! Buru-buru aku melilitkan kain handuk kecilku sambil memburu ke arah pintu untuk membukakannya. "Irma?" ucapku sambil menggeser posisiku berdiri untuk memberi jalan masuk buat adik sepupuku yang terkenal tomboy ini. Irma terus saja masuk ke dalam sambil melempar tas ranselnya dan lari ke kamar mandi yang memang tersedia di setiap kamar kost ini. Sejenak aku melongok keluar, sepi, hanya gelap di halaman samping yang menawarkan kesunyian. Pintu kembali kututup dan kukunci. Aku hanya menghela nafasku dalam-dalam sambil memperhatikan tas ransel Irma.

Tak berapa lama Irma keluar dengan wajah basah dan kusut. Rambutnya yang lebat sebahu acak-acakan. Aku agak terkejut saat menyadari bahwa kini Irma hanya memakai kaos oblong khas Jogja. Rupanya ia telah melepas celana jeans biru ketatnya di kamar mandi. Kulit pahanya yang kuning langsat dan ketat itu terlihat jelas. "Ada masalah apa lagi, hmm? Dapat nilai jelek lagi di sekolahan lalu dimarahi Bapak Ibumu?" tanyaku sambil mendekat dan mengelus rambutnya, Irma hanya terdiam saja. Anak SMU kelas dua ini memang bandel. Mungkin sifat tomboynya yang membuat dirinya begitu. Tak mudah diatur dan maunya sendiri saja. Jadinya, aku ini yang sering kewalahan jika ia datang mendadak minta perlindunganku. Aku memang punya pengaruh di lingkungan keluarganya.

Irma hanya berdiri termangu di depan cermin olah ragaku. Walau wajahnya merunduk, aku dapat melihat bahwa dia sedang memandangi tubuhku yang setengah telanjang ini.
"Lama ya Mas, Irma nggak ke sini."
"Hampir lima tahun," jawabku lebih mendekat lagi lalu kusadari bahwa lengan dan tangannya luka lecet kecil.
"Berantem lagi, ya? Gila!" seruku kaget menyadari memar-memar di leher, wajah, kaki, dan entah dimana lagi.
"Irma kalah, Mas. Dikeroyok sepuluh cowok jalanan. Sakit semua, ouih. Mas, jangan bilang sama Bapak Ibu ya, kalau Irma kesini. Aduh..!" teriak tertahan Irma mengaduh pada dadanya.
"Apa yang kamu rasakan Ir? Dimana sakitnya, dimana?" tanyaku menahan tubuhnya yang mau roboh.
Tapi dengan kuat Irma dapat berdiri kembali secara gontai sambil memegangi lenganku.
"Seluruh tubuhku rasanya sakit dan pegal semua, Mas, ouh!"
"Biar Mas lihat, ya? Nggak apa-apa khan? Nggak malu, to?" desakku yang terus terang aku sudah mulai tergoda dengan postur tubuh Irma yang bongsor ketat. Irma hanya mengangguk kalem.
"Ah, Mas Wid. Irma malah pengin seperti dulu lagi, kita mandi bareng.. Irma kangen sama pijitan Mas Wid!" ujar Irma tersenyum malu.

Edan! Aku kian merasakan batang kemaluanku mengeras ketat. Dan itu jelas sekali terlihat pada bentuk handuk kecil yang menutupinya, ada semacam benda keras yang hendak menyodok keluar. Dan Irma dapat pula melihatnya! Perlahan kulepas kaos oblong Irma. Sebentar dirinya seperti malu-malu, tapi kemudian membiarkan tanganku kemudian melepas BH ukuran 36B serta CD krem berenda ketatnya. Aku terkejut dan sekaligus terangsang hebat. Di tubuh mulusnya yang indah itu, banyak memar menghiasinya. Aku berjalan memutari tubuh telanjangnya. Dengan gemetaran, jemariku menggerayangi wajahnya, bibirnya, lalu leher dan terus ke bawahnya. Cukup lama aku meraba-raba dan mengelus serta meremas lembut buah dadanya yang ranum ini. "Mas Wid.. enak sekali Mas, teruskan yaa.. ouh, ouh..!" pinta mulut Irma sambil merem-melek. Mulutku kini maju ke dada Irma. Perlahan kuhisap dan kukulum nikmat puting susunya yang coklat kehitaman itu secara bergantian kiri dan kanannya. Sementara kedua jemari tanganku tetap meremas-remas kalem dan meningkat keras. Mulut Irma makin merintih-rintih memintaku untuk berbuat lebih nekat dan berani. Irma menantangku, sedotan pada puting susunya makin kukeraskan sambil kuselingi dengan memilin-milin puting-puting susu tersebut secara gemas.

"Auuh, aduh Mas Wid, lebih keras.. lebih kencang, ouh!" menggelinjang tubuh Irma sambil berpegangan pada kedua pundakku. Puting Irma memang kenyal dan mengasyikan. Kurasakan bahwa kedua puting susu Irma telah mengeras total. Aku merendahkan tubuhku ke bawah, mulutku menyusuri kulit tubuh bugil Irma, menyapu perutnya dan terus ke bawah lagi. Rambut kemaluan Irma rupanya dicukur habis, sehingga yang tampak kini adalah gundukan daging lembut yang terbelah celah sempitnya yang rapat. Karuan lagi saja, mulutku langsung menerkam bibir kemaluan Irma dengan penuh nafsu. Aku terus mendesakkan mulutku ke dalam liang kemaluannya yang sempit sambil menjulurkan lidahku untuk menjilati klitorisnya di dalam sana. Irma benar-benar sangat menggairahkan. Dalam masalah seks, aku memang memliki jadwal rutin dengan pacarku yang dokter gigi itu. Dan kalau dibandingkan, Irma lebih unggul dari Sinta, pacarku. Mulutku tidak hanya melumat-lumat bibir kemaluan Irma, tapi juga menyedot-nyedotnya dengan ganas, menggigit kecil serta menjilat-jilat.

Tanpa kusadari kain handukku terlepas sendiri. Aku sudah merasakan batang kemaluanku yang minta untuk menerjang liang kemaluan lawan. Karuan lagi, aku cepat berdiri dan meminta Irma untuk jongkok di depanku. Gadis itu menurut saja. "Buka mulutmu, Dik. Buka!" pintaku sambil membimbing batang kemaluanku ke dalam mulut Irma. Gadis itu semula menolak keras, tapi aku terus memaksanya bahwa ini tidak berbahaya. Akhirnya Irma menurut saja. Irma mulai menyedot-nyedot keras batang kemaluanku sembari meremas-remas buah zakarku. Ahk, sungguh indah dan menggairahkan. Perbuatan Irma ini rupanya lebih binal dari Sinta. Jemari Irma kadangkala menyelingi dengan mengocok-ngocok batang kemaluanku, lalu menelannya dan melumat-lumat dengan girang.

"Teruskan Dik, teruskan, yeeahh, ouh.. ouh.. auh!" teriakku kegelian. Keringat kembali berceceran deras. Aku turut serta menusuk-nusukan batang kemaluanku ke dalam mulut Irma, sehingga gadis cantik ini jadi tersendak-sendak. Tapi justru aku kian senang. Kini aku tak dapat menahan desakan titik puncak orgasmeku. Dengan cepat aku muntahkan spermaku di dalam mulut Irma yang masih mengulum ujung batang kemlauanku.
"Croot.. creet.. crret..!"
"Ditelan Dik, ayo ditelan habis, dan bersihkan lepotannya!" pintaku yang dituruti saja oleh Irma yang semula hendak memuntahkannya. Aku sedikit dapat bernafas lega. Irma telah menjilati dan membersihkan lepotan air maniku di sekujur ujung zakar.

"Maass, ouh, rasanya aneh..!" ujar Irma sambil kuminta berdiri. Sesaat lamanya kami saling pandang. Kami kemudian hanya saling berpelukan dengan hangat dan mesra. Kurasakan desakan buah dadanya yang kencang itu menggelitik birahiku kembali.
"Ayo Dik, menungging di depan cermin itu!" pintaku sambil mengarahkan tubuh Irma untuk menungging. Irma manut. Dengan cepat aku terus membenamkan batang kemaluanku ke liang kemaluan Irma lewat belakang dan melakukan gerakan maju mundur dengan kencang sekali. "Aduuh, auuh.. ouh.. ouh.. aah.. ouh, sakit, sakit Mas!" teriak-teriak mulut Irma merem-melek. Tapi aku tak peduli, adik sepupuku itu terus saja kuperkosa dengan hebat. Sambil berpegangan pada kedua pinggulnya, aku menari-narikan batang kemaluanku pada liang kemaluan Irma.
"Sakiit.. ouhh..!"
"Blesep.. slep.. sleep.." suara tusukan persetubuhan itu begitu indah.
Irma terus saja menggelinjang hebat.

Aku segera mencabut batang kemaluanku, membalikkan posisi tubuh Irma yang kini telentang dengan kedua kakinya kuminta untuk melipat sejajar badannya. sementara kedua tangannya memegangi lipatan kedua kakinya. Kini aku bekerja lagi untuk menyetubuhi Irma.
"Ouuh.. aahhk.. ouh.. ouh..!"
Dengan menopang tubuhku berpegangan pada buah dadanya, aku terus kian ganas tanpa ampun lagi menikam-nikam kemaluan Irma dengan batang kemaluanku.
"Crroot.. cret.. creet..!"
Menyemprot air mani zakarku di dalam liang kemaluan Irma. "Maas.. ouuh.. aduh.. aahk!" teriak Irma yang langsung agak lunglai lemas, sementara aku berbaring menindih tubuh bugilnya dengan batang kemaluanku yang masih tetap menancap di dalam kemaluanya.

"Dik Irma, bagaimana kalau adik pindah sekolah di Jogja saja. Kita kontrak satu rumah.. hmm?" tanyaku sambil menciumi mulut tebal sensual Irma yang juga membalasku. "Irma sudi-sudi saja, Mas. Ouh.." Entah, karena kelelehan kami, akhirnya tidur adalah pilihannya. Aku benar-benar terlelap.

Lewat SMS

"Mas, komputernya hang lagi nih..!" teriakku.
Tidak berapa lama, Bryan masuk ke kamarku.
"Kamu emang gatek, Yen.." celetuk Bryan kakak iparku.
Belum sempat aku bangun dari tempat duduk, kedua tangan Bryan sudah berada di bawah ketiakku. Jemarinya yang berbulu, begitu cepat menekan tombol 'Ctrl-Alt-Del'. Komputer di depanku kembali berfungsi. Aku terhenyak. Bryan masih berdiri menunduk di belakangku. Dengan sengaja kedua tangannya menyentuh payudaraku. Aku tidak bereaksi. Memang ini yang kuinginkan. Jujur saja, aku sebetulnya dapat mengatasi masalah komputer 'hang'. Sebenarnya yang tadi hanya trik saja untuk 'memancing' Mas Bryan masuk ke kamarku.

"Lembut banget Yen..," bisiknya lirih.
Tidak lama kemudian dia keluar kamar. Hampir aku tidak mendengar ucapannya. Pikiranku jauh menerawang.
"Seandainya Mas Bryan menjadi milikku..," gumanku dalam hati.
Aku terus membayangkan bagaimana bahagianya Priscilla, kakak sulungku, bersuamikan seorang Bryan. Badannya tinggi tegap. Kulitnya yang putih bersih, ditumbuhi bulu-bulu halus. Mas Bryan yang peranakan Jawa-Pakistan, sudah satu setengah tahun tinggal di rumah kami. Karena Cilla, panggilan kakak sulungku, sedang mengandung, Mama meminta mereka tinggal sementara di rumah ini.

Dering handphone membuyarkan lamunanku. Ahh, rupanya hanya SMS saja. Tapi, wooww ternyata itu pesan dari Mas Bryan.
Isinya singkat, "YEN, TOKETNYA INDAH BANGET, SORRY YA NGACENG AJA."
Aku tersenyum membacanya. Aku mengerti maksud kata-kata terakhirnya, bukan ngaceng aja, tapi ngga sengaja. Kalaupun Mas Bryan benar-benar terangsang ketika berada di kamarku, memang wajar. Bukan hanya dia yang mengatakan buah dadaku indah, bahkan teman-teman cewek di kampus pun iri melihat punyaku ini. Apalagi sebelum Mas Bryan masuk kamarku, aku sengaja hanya mengenakan kaos oblong tanpa BH.

Malamnya, Mas Bryan SMS lagi. Dia sedang asyik menonton liga Italy di home theatre rumahku. Dalam pesannya, dia minta ditemani nonton bola. Kujawab tidak. Aku memang tidak senang menonton bola.
"KALO BOLA YANG LAIN MAU." pancingku me-reply pesannya.
Sebetulnya aku ingin sekali berdua dengannya di malam seperti ini. Tetapi yang menjadi masalah adalah letak home theatre yang di pojok dekat taman persis bersebelahan dengan kamar tidur Mamaku. Kalau ketahuan kan jadi kacau semua. Kamar Mas Bryan sendiri ada di lantai atas, bersebelahan dengan adikku yang bungsu. Tetapi, kalau nonton TV Mas Bryan lebih senang di bawah. Mbak Cilla sudah tahu kebiasaan suaminya menonton bola di bawah. Kesempatan ini kumanfaatkan sekalian. Tetap lewat sarana SMS, kupancing Mas Bryan masuk kamarku.

Gairah seksku sedang memuncak-muncaknya malam itu. Mungkin karena mau dapat mens. Aku harus berterima kasih banyak pada fasilitas SMS lintas operator ini. Sudah dua minggu lebih, saya dan Mas Bryan saling kirim pesan rahasia. Padahal kami sama-sama berada di rumah. Kalau bicara langsung atau telepon kan beresiko ada yang menguping. SMS benar-benar menghubungkan cintaku padanya.

Pintu kamar terkuak perlahan. Dengan sedikit berjinjit Mas Bryan masuk kamarku. Mengenakan celana pendek dan kasus oblong. Kumis dan cambangnya baru dicukur. Birahiku menggelora melihat wajah Mas Bryan di depanku. Bahunya yang lebar mendatar ditambah dadanya yang bidang membuatku ingin segera menggelayutinya manja.
"Blom tidur Yen..?" tanyanya berbasa-basi.
Tidak kujawab. Aku hanya tersenyum manja sambil mengibas rambutku. Malam itu aku memakai baju tidur model 'you can see' dan celana selutut. Agak lama kukibaskan rambutku. Mas Bryan pasti tidak melewatkan kesempatan emas ini. Dengan kaos 'you can see', jelas terlihat olehnya payudaraku yang putih menyembul.

Pelukan hangat Mas Bryan langsung menyergap. Memeluk dari belakang, membuat tangannya bebas-puas menggerayangi payudaraku. Sambil mendesis-desis, bibirnya yang seksi mulai melumat leher dan belakang kupingku. Pantas saja Mbak Cilla betah di kamar. Mas Bryan memang paling jago memanjakan cewek. Permainannya lembut dan halus. Baru kali ini aku merasakan sentuhan-sentuhan seorang lelaki yang membuatku nikmat keenakan.

Tidak seperti Joko pacarku, Mas Bryan sangat sabar menelusuri seluruh bagian tubuhku. Dia begitu menikmati jengkal demi jengkal lekuk tubuhku. Aku sangat menikmati permainan jilatan lidah dan remasan jari-jarinya yang nakal. Kini aku hanya menyisakan celana dalam saja. Pakaian tidur dan BH sudah dicampakannya. Entah kenapa, Mas Bryan belum juga menjamah bagian paling peka dari tubuhku. Padahal aku sudah sangat mengharapkan jilatan demi jilatan merambah bibir kemaluanku yang sudah mulai membasah.

Ternyata, kesabaran Mas Bryan menjelajahi bagian tubuhku berhenti sampai disitu. Tiba-tiba dia mengangkat tubuhku ke tempat tidur. Dengan sedikit tergesa-gesa, dia membaringkan tubuhku di pinggir tempat tidur. Buru-buru dia melepas celana dalamku dan CD-nya. Dengan berlutut di pinggir tempat tidur, Mas Bryan sudah mengeluarkan senjata pamungkasnya. Sebatang daging keras memanjang sudah mendekati selangkanganku.

"Jangan dulu Mas..!" sahutku lirih.
Aku kecewa berat. Kenapa sih setiap lelaki selalu ingin cepat-cepat memasukkan batangnya ke lubang kemaluannya wanita. Padahal aku masih butuh foreplay yang lama. Kenikmatan tidak hanya didapat ketika batang itu ada dalam lubang kemaluan.
"Mas sudah ngga tahan, sayang..!" katanya.
Batang kokoh berurat itu mulai menekan-nekan. Aku meringis kesakitan.
"Ahh.., perlahan dong Mas..!" aku menahan sakit.

Seperti tidak mendengar permintaanku, Mas Bryan semakin kencang menekan. Kedua tangannya menyangga tubuhnya di bibir tempat tidur. Sementara kedua lututnya bertekuk di lantai. Gaya seperti ini pernah saya lihat di film biru. Kedua kakiku ditekuknya seperti kecoa kepanasan. Menurut cerita teman-temanku, posisi inilah yang didambakan setiap wanita. Dalam posisi seperti ini, penetrasi alat vital pria akan maksimal. Sementara kedua tangannya akan bebas meremas payudara si wanita. Tetapi semua itu tidak kuperoleh dari Mas Bryan.

Tidak seperti yang kuduga, sudah hampir tiga menit Mas Bryan belum berhasil menembus keperawananku. Puluhan kali dia mendorong batang kemaluannya, aku belum merasakan nikmatnya batangan daging memenuhi rongga vaginaku.
Tiba-tiba Mas Bryan berkata, "Mau keluar nih Cilla..!" sambil meringis menahan sakit.
Aku tersenyum mendengar ucapannya. Mas Bryan tidak sadar kalau tubuh yang dihimpitnya adalah tubuhku, adik iparnya, bukan Mbak Cilla istrinya.
Dan, "Cret.. cret.. cret.." cairan putih kental menghujam perutku.

Aku masih telentang ketika Mas Bryan mengenakan celananya. Tanpa permisi, dia langsung meninggalkanku. Cairan sperma Mas Bryan terasa meleleh ke bawah. Kemudian terhenti dan menggumpal di sela-sela bulu kemaluanku yang lebat. Seperti tidak percaya, aku mengenang kejadian beberapa menit yang lalu. Bukan tidak percaya pada hal yang kami berdua lakukan, tetapi pada 'kemampuan' Mas Bryan. Mungkin aku terlalu tinggi menghayal dan berharap Mas Bryan sebagai lelaki perkasa, sehingga aku merasa kecewa dalam kenyataannya.

Padahal, kalau Mas Bryan tidak terburu-buru, akan kuberikan pertama kali kenikmatan untuknya. Biarlah, Joko pacarku mengambil sisanya, karena memang aku tidak berharap banyak dari Joko. Hubunganku selama ini dengannya lebih karena aku menuruti keinginan Mama saja. Maklum sudah tua, menjanda pula. Mama ingin, aku Yennita, satu-satunya anak perempuan yang single, berjodohan dengan keponakan Papa almarhum.

Paginya aku bangun kesiangan. Seluruh badan terasa pegal, mungkin karena permainan semalam yang tidak tuntas. Kusambar handphone-ku, lagi-lagi SMS dari Mas Bryan. Tidak seperti biasanya, kali ini pesannya agak panjang. Intinya, dia minta maaf atas 'happy ending' yang kurang bagus tadi malam.

Menurut pengakuannya dalam SMS yang berturut-turut, sebelum tubuhku dibawanya ke atas tempat tidur, dia sudah merasa khawatir kalau Mbak Cilla atau Mama mengetahui kejadian itu. Dasar lelaki, Mas Bryan tidak mau melepaskan kesempatan itu begitu saja. Maka yang terjadi adalah dia buru-buru mengarahkan batang kemaluannya ke liang keperawananku. Dia masih sempat menikmati ejakulasi. Sementara aku, hanya dapat pegal dan kecewa saja. Tapi sudahlah.

Hari-hari berikutnya, kami masih sering ber-SMS ria. Isinya apalagi kalau bukan saling memancing birahi. Belajar dari film "Mission Impossible," kami selalu langsung menghapus setiap pesan SMS. Bahkan, kalau sedang tiduran di samping Mbak Cilla pun, Mas Bryan sengaja menyimpan handphone-nya di bawah bantal, agar dering atau vibrasinya tidak terdengar istrinya.

Pernah suatu ketika, lewat SMS Mas Bryan memberitahu kalau dia mau 'main' sama Mbak. Dia menantangku kalau mau mengintip permainan 'bola'-nya. Pintu kamarnya sengaja dibuka sedikit, memberi celah bagiku menikmati permainan seru mereka. Penasaran, kuturuti tantangannya. Dan alamaak, Bryan di atas ranjang memang seperti yang kudambakan selama ini. Kakakku sampai kewalahan mengimbangi irama permainan suaminya. Dari wajahnya, terlihat mereka lemas kelelahan. Kenikmatan duniawi akhirnya mereka renggut berdua malam itu. Sementara aku hanya dapat menelan ludah.

Ada juga lucunya Mas Bryan ini. Masih dengan SMS, dia 'melaporkan' hasil permainan dengan kakakku Cilla.
Ternyata isi dalam SMS-nya adalah, "Aku membayangkan tubuh Yennita ketika menindih Mbak Cilla."
Gila..! Aku balas SMS itu, "BUKTIKAN DENGANKU MAS, JANGAN HANYA MEMBAYANGKAN." aku mulai memancing dia lagi.

Korban Jaman

"Maa.. Mamaa.." Adi (16 tahun) memanggil ibunya (Sri, 42 tahun) yang memang sudah 2 hari selalu di rumah, karena cuti selama 12 hari kerja untuk mengurus pernikahan kakak perempuan Adi yang bernama Surti (22 tahun).
Ternyata ia tidak mendapat jawaban, lalu terdengar langkah orang berjalan mendekati diri Adi, ternyata Sasma, pembatunya yang sudah bekerja di rumah Adi sejak 4 tahun yang lalu (waktu itu Adi berusia 12 tahun).

Bersamaan dengan meninggalnya ayah Adi karena kecelakaan lalu lintas, Ibu Adi mengambil keputusan untuk bekerja, karena alasan untuk mempertahankan kehidupan keluarga dan membiayai sekolah anak-anaknya. Sejak saat itu mereka tinggal hanya berempat termasuk Sasma.

"Nyonya sedang tidur Den.., di kamar atas.. Kata nyonya, kalo Den Adi ada perlu bangunin aja.."
"Iya deh Bi.. nanti saya ke atas.."
Adi membuka sepatunya dan melangkah ke lantai atas rumahnya. Adi berniat mengetuk pintu, tapi ia mengurungkan niatnya karena dilihatnya bahwa pintu kamar ibunya tidak tertutup dengan sempurna, sehingga masih terdapat celah yang cukup besar untuk melihat keadaan di dalam kamar.

Adi mencoba mengintip ke dalam kamar, dan terdiam sesaat karena melihat ibunya sedang tertidur lelap dan roknya tersingkap sampai ke perut. Terlihat ibunya mengenakan celana dalam yang terbuat dari nylon, dan terlihat sangat menggairahkan. Adi memang sudah biasa melihat pemandangan seperti ini, bahkan ia sering melihat ibunya bila sedang ganti pakaian, dan Sri memang tidak memperdulikan keberadaan anaknya pada saat ia sedang dalam keadaan setengah telanjang. Sri memang berumur kepala empat, tetapi ia sangat menjaga kebugaran tubuhnya dengan selalu mengikuti latihan-latihan aerobic di kantornya, jadi meskipun sudah berumur, Sri masih memiliki tubuh yang indah dan sexy, itulah sebabnya Adi mengagumi ibunya.

Tetapi kali ini Adi merasakan ada perasaan lain yang menjalar di seluruh tubuhnya, ia membuka pintu dengan perlahan dan masuk dengan mengendap-endap, dengan harapan bahwa kedatangannya tidak diketahui oleh Sri. Mata Adi menatap nanar ke arah selangkangan Sri, terlihat dengan jelas gundukan yang menyembul lembut di balik bahan nylon putih, dan terlihat samar-samar bulu-bulu hitam yang membuat Adi menelan ludah.

Adi mencoba ingin menyentuh paha mulus Sri, tapi sejenak ia mengurungkan niatnya, dan ia sempat berpikir akibat perbuatan yang akan dilakukannya. Ia merasa takut kalau-kalau nantinya Sri akan marah dan menghukum dirinya, dan Adi berusaha menekan nafsunya dengan berkata dalam hati bahwa apa yang dilakukannya adalah salah, karena Sri adalah ibu kandungnya. Adi tetap berdiri di sebelah tempat tidur dengan pandangan matanya tidak lepas dari tubuh Sri.

Entah setan apa yang mempengaruhinya, Adi mengulurkan tangannya dan mulai mengelus-elus paha Sri. Pada saat elusan tangan Adi hampir sampai ke pangkal paha ternyata Sri terbangun dan lagnsung menarik diri mengambil posisi duduk di atas kasur sambil membereskan pakaiannya. Adi terperanjat dan ketakutan setengah mati, tapi apa mau dikata, semuanya telah terjadi, Adi terdiam menunggu apapun yang akan terjadi selanjutnya.

"Kamu sudah pulang sekolah..? Mama pikir siapa..," Sri menegur Adi dengan nada yang sama sekali tidak terlihat marah.
Mendengar nada bicara ibunya, Adi yakin bahwa ibunya tidak marah kepadanya, Adi hanya mengangguk menjawab pertanyaan ibunya.
"Kamu sudah makan..?" tanya Sri.
"Belon nih Ma.. Tapi Adi sudah jajan Mie Ayam disekolahan, jadi masih kenyang..," jawab Adi sambil mengambil posisi duduk di pinggiran tempat tidur.

Adi duduk sambil memandang ke arah dada Sri yang memang tidak memakai bra. Sri menyadari bahwa anak sebaya Adi memang sedang terobsesi dengan lawan jenis.
Dengan tersenyum dan mengusap pipi Adi, Sri berkata, "Kamu liat apa sih, ko sampe bengong gitu..?"
"Ah nggak Ma.." jawab Adi grogi.
"Wajar ko, kalo seusia kamu berbuat seperti itu, tapi jangan ke Mama, soalnya Mama kan ibu kamu.."
"Adi kan cuma liat Ma.."
"Apa yang kamu liat..? Waktu kecil kamu minum susu dari sini." kata Sri sambil memegang tete sebelah kiri dengan tangan kanannya.

"Kalo sekarang susunya masih ada nggak Ma..?" Adi bertanya dengan lugu dan manjanya.
"Ya.. enggak lah.."
"Boleh nggak Adi cobain nyusu lagi..? Kan Adi udah lupa rasanya.."
"Ih.. kamu ini apa sih, udah gede ko masih kolokan.."
"Ya Mama.. sebentar.. ajaa.. Ya Ma.. Yaa..?"

Sri berpikir sejenak sebelum memberi keputusan, Sri memang berpikir bahwa permintaan Adi menyalahi aturan, tapi ia tidak ingin mengecewakan Adi, toh tidak ada salahnya kalau cuma sebentar pikir Sri.
Sri lalu mengangguk tanda setuju dan membuka bagian atas dasternya, dan mengeluarkan payudaranya sambil berkata, "Tapi kamu janji cuman sebentar yaa.."
Adi tersenyum dan mendekatkan mulutnya ke arah puting susu Sri.

Saat mulut Adi mengulum, Sri merasakan seluruh tubuhnya bagai tersengat aliran listrik, karena memang sudah empat tahun ia tidak merasakan bagian-bagian sensitif di tubuhnya disentuh oleh laki-laki. Adi bukan cuma mengulum, tetapi juga memainkan lidahnya di sekitar puting susu Sri, Sri menikmatinya untuk sesaat dan dia berusaha mendorong Adi yang mulai keasikan. Adi menahan dorongan Sri dan tetap pada posisi mengulum puting Sri.

"Adi.. cukup sayang.., udahan yaa..!"
Adi tidak menjawab dan tetap pada aksinya, malah Adi memberanikan diri menambah aksinya dengan mengelus paha ibunya. Sri mendorong Adi dengan sekuat tenaga sampai Adi terjatuh ke lantai. Sri membalikkan badan dan tidur telungkup sambil membenamkan wajahnya ke bantal. Adi berdiri dan berjalan ke arah lain sisi tempat tidur, dan duduk di tepian tempat tidur. Kini posisi Adi dan Sri saling membelakangi.

Adi berusaha memecahkan keheningan di dalam kamar itu dengan bertanya, "Mama marah sama Adi Ya..? Maafin Adi ya Maa.. Adi janji nggak lagi-lagi deh Ma.."
"Mama nggak marah ko Di.. Mama cuma inget sama Papa, dan Mama takut.. keterusan, lagipula apa yang kita lakukan tadi tidak dibenarkan."
Adi lalu naik ke tempat tidur dan berbaring di sebelah Sri yang masih membelakanginya, lalu Adi memeluk Sri dari belakang sambil mencium pipi Sri.

"Adi sayang sama Mama dan nggak mau Mama sedih karena inget sama Papa," sambil berkata Adi nekat mencium bagian belakang telinga Sri dan tangannya mengelus buah pantat Sri.
Kembali Sri terasa distrum dan membiarkan tangan Adi yang meremas dan mengelus buah pantatnya. Tanpa sepengetahuan ibunya yang memang menghadap membelakangi Adi, Adi membuka resleuting celananya dan mencopot celananya sampai tinggal hanya celana dalam yang tersisa. Adi kemudian menyilangkan tangannya ke depan dan meremas payudara Sri, sementara itu Adi menempelkan barangnya yang tampak menyembul ke belahan pantat Sri yang masih terbungkus CD. Sesaat kemudian Adi membalikkan tubuh Sri hingga telentang dan mengangkat daster Sri bagian bawah sampai ke atas, dan Sri hanya diam dan mengikuti semua gerakan Adi.

Kini Sri hanya tinggal mengenakan CD, Adi membuka pakaiannya dan keadaan Adi kini pun tinggal hanya mengenakan CD. Adi menindih tubuh Sri dan menempelkan barangnya yang masih terbungkus CD tepat di atas barang Sri yang juga masih terbungkus CD. Adi kembali mengulum puting susu Sri dan terus menjilat sampai ke perut, dan pada akhirnya sampai ke bawah pusar Sri. Adi menarik CD Sri ke bawah, dan Sri pun mengangkat pantatnya sehingga memudahkan Adi dalam membuka CD ibunya. Adi kembali menjilati perut Sri yang akhirnya ke paha dan mulai ke bagian sekitar pangkal paha.
Sri mendesah karenanya, "Shhshh.. Ouhh Adi.. Jilatin barang Mama sayang.. ouh..!"
Adi terus menjilat, dan akhirnya Adi menjilati kemaluan Sri, "Adi.. enak sekali sayang.. oohh.."
Adi terus menjilati dengan semangat, dan akhirnya Sri sampai pada puncaknya.
"Adi.. Mama keluar.. sayaang..!"
Ternyata baik Sri maupun Adi sudah dirasuki nafsu yang sangat mendalam, Sri menarik tangan Adi pertanda ia ingin merubah posisi. Ia membiarkan Adi berbaring, sementara ia duduk bersimpuh di tempat tidur dan menarik CD Adi sampai terbuka. Lalu Sri mengulum kepala kemaluan Adi.

"Ma.. enak Ma.. teruss Ma.. ouuhh.."
Mendengar Adi mendesah sedemikian rupa, nafsu Sri kembali bangkit dan dia mengambil posisi menduduki barang Adi dan menuntunnya masuk ke dalam vaginanya.
"Oooh.. Adi.. kenapa nggak dari dulu sayaang.. Mama kangen.. sekali pingin ngerasain seperti ini.."
"Iya Ma.. ouhh.. enak Ma.. sshhsshh.."
Ternyata karena sudah lama tidak bersetubuh, Sri sangat terobsesi dengan keadaan dimana ia dan Adi sedang menikmati permaianan sex, sehingga ia tidak dapat mempertahankan perasaannya dan sangat mudah sekali mencapai orgasme.

"Adii.. mama keluar lagi Adi..oouuhhgg.."
Adi mengambil inisiatif untuk merubah posisi, ia membalikkan tubuh ibunya, dan kini posisi Adi ada di atas tubuh ibunya. Adi mengocok keluar masuk kemaluannya dengan sangat penuh perasaan karena ia tidak ingin menyakiti ibunya. Karena kelembutan yang diberikan Adi, Sri kembali terangsang dan menggoyangkan pantatnya.
"Sshhss.. Adii.. kamu kuat sekali.. persis seperti Papamu.. ouuhhgg.. terus sayang.. shhgg..!"

Adi melepaskan kemaluanya, dan menarik tangan Sri untuk mengambil posisi menungging. Sri mengikutinya, kini mereka dalam posisi doggy style. Adi memasukkan kembali kemaluannya dan memompanya maju mundur. Sambil menggoyangkan maju mundur, Adi memasukkan ibu jari kanannya ke mulut, dan membasahkannya dengan ludah. Setelah basah, Adi memasukkan ibu jarinya ke dubur Sri.
"Adi.. auw.. ngapain kamu.. ouhhgg.."
"Tapi enak kan Ma.. shh.."
"Iya sayang.. ouughh..!"

Adi membenamkan semua ibu jarinya ke dubur Sri, Sri menggelinjang keenakan, semua lubang yang ada di selangkangannya sekarang terisi. Ia merasakan disetubuhi oleh dua orang.
"Adii.. ough.. Adi.. Mama mo keluar lagi sayang.."
"Kita bareng ya Ma.., Adi juga mau sampe.. oouughh..! Adi keluar Maa.."
Sri menggoyangkan pantatnya dengan cepat, dan terasa ada cairan hangat yang menyembur di dalam tubuhnya.
"Mama keluar juga sayang.."

Dan akhirnya mereka berdua terkulai lemas, Adi mencium kening Sri dan berkata, "Adi sayaang deh sama Mama.."
Sri hanya tersenyum karena masih terbayang kenikmatan yang baru saja ia rasakan.
"Boleh nggak kalo kapan-kapan kita begini lagi..?" tanya Adi sambil memelas.
Sri mengangguk dan berkata, "Boleh sayang.. kapan pun kamu mau, kamu tinggal bilang, tapi janji jangan sampai orang lain tau."

Demikianlah semenjak kejadian itu Adi dan Sri sering melakukannya setiap ada kesempatan. Nantikan cerita selanjutnya yang pasti akan lebih seru, karena Surti kakak Adi dan pembantunya Sasma turut ikut serta dalam skandal dalam keluarga itu, dan juga suami Surti kelak.

Keluarga Binal

Nama saya Roy W, ciri-ciri saya adalah sebagai berikut: berbadan kecil, wajah tidak menarik dengan kacamata serta penakut, tapi saya jago gambar bahkan juara di sekolah saya. Ini adalah pengalaman nyata saya, nama dan tempat sudah saya samarkan.

Kisah ini terjadi kira-kira 2 tahun lalu di SMA saya di kota tempat tinggal saya waktu itu. Waktu itu saya mempunyai pacar bernama.., anggap saja Novita namanya. Ternyata SMU itu benar-benar gila, terutama mengani hal yang akan saya beberkan nantinya dan juga ternyata Novita mempunyai ayah yang juga gila. Maka, teman-teman bacalah cerita berikut di bawah ini untuk mengetahui kenyataan yang gila ini di kota kelahiran saya.

Kisah ini dimulai ketika saya masih kelas 1 SMU di SMU XX(edited). Saya melihat Novita ini pertama kali di sekolahnya, dan saya rasa memang saya telah jatuh cinta pada pandangan pertama. Yah.., memang kami berlainan sekolah tetapi kami berumur sama.

Singkat cerita, akhirnya kami jadian karena memang sama-sama suka. Tapi kira-kira setelah sekitar 3 minggu kami jadian, terjadilah peristiwa itu. Waktu itu saya menjemputnya di sekolahnya karena dia ada kegiatan sore. Saat itu hujan deras sekali, lalu sewaktu kami berjalan menyusuri lorong sekolah tersebut, sayup-sayup nyaris tidak terdengar kami berdua mendengar desahan-desahan nikmat dari ruang BP.

Kami langsung saja memberanikan diri untuk mengintip apa gerangan yang sebenarnya terjadi di dalamnya. Dan kami berdua sangat kaget, karena ternyata Pak Yono (sebut saja) dan Bu Ninik, guru BP di sekolahnya Novita tersebut sedang pesta seks di ruangan sempit nan pengap tersebut, dan tidak menyadari adanya 2 makhluk muda belia ini yang mengintip.

Tapi mendadak saya merasakan seseorang memukul kepala saya sehingga saya merasakan pening yang amat sangat di kepala dan terjatuh pingsan. Ketika bangun saya sedang duduk di kursi ruangan BP tersebut dalam keadaan terikat. Dan sungguh setengah mati, saya tidak dapat mempercayai pemandangan yang tersaji di hadapan saya waktu itu.

Saya melihat Pak Yono sedang asyiknya menjilati klitoris pacar saya Novi, Bu Ninik sedang memilin-milin puting Novi dan Pak Eko sedang 'mengerjai' lubang anus Pak Yono dari belakang. Pak Yono pun menjerit keenakan. Bu Ninik juga ikut mendesah-desah sendiri sambil terus memilin puting Novi, sedangkan Novi sendiri menangis sejadi-jadinya, tapi saya dapat melihat bahwa sebenarnya dia sendiri pun menikmati permainan gila tersebut. Bahkan yang lebih gila lagi, saya sendiri pun semakin lama semakin menikmati sensasi yang diciptakan oleh permainan mereka.

Lalu Bu Ninik mendekati saya dan langsung melepaskan celana saya dan membebaskan kemaluan saya yang langsung mengacung tegak melawan gravitasi dan mulai memaju-mundurkan kepalanya mengulum penis saya. Saya pun menggelinjang keenakan sambil berteriak. Hingga akhirnya, "Crutt.. crott.. croot..!" saya pun menyemburkan sperma saya di wajah Bu Ninik.

Oya, sebagai informasi saja, batang kemaluan saya berukuran 6 cm ketika ereksi, memang tidak termasuk besar sih, tapi paling tidak masih dapat ejakulasi.

Lalu saya melihat ke arah Pak Yono dan Pak Eko, dan ternyata mereka masih melanjutkan aksi mereka sampai akhirnya Pak Yono pun terkulai lemas keenakan. Waktu itu Pak Eko mengeluarkan spermanya di mulut Pak Yono. Saya sendiri heran, padahal penampilan Pak Yono ini benar-benar sangar, dengan kumis yang subur dan tampang killer, tapi ternyata dia dapat menikmati adanya kemaluan pria lainnya di lubang anusnya.

Akhirnya kami diperbolehkan pulang setelah diancam bahwa mereka akan mengeluarkan Novi dari sekolah dan akan membunuh saya apabila kami membocorkan hal yang barusan terjadi kepada orangtua kami. Saya sebenarnya memang takut dan tidak berani melawan, karena saya memang tergolong orang yang penakut.

Kami pulang dengan perasaan yang kacau dan tidak karuan, Novi masih terus-terusan menangis sambil memegangi kelaminnya yang mungkin masih perih sehabis dijilati Pak Yono. Saya pun memutuskan untuk tidak meninggalkan Novi karena memang saya sangat mencintainya dan saya tidak ingin membuatnya lebih sedih lagi dengan kepergian saya dari sisinya.

Kira-kira 2 bulan setelah hal itu, saya main ke rumah Novi waktu malam Minggu untuk memberikan hadiah valentine. Ketika sampai di depan rumahnya yang terletak di pinggir jalan besar, saya memencet bel pintu berkali-kali, tapi anehnya tetap saja tidak ada yang membukakan. Akhirnya saya nekat meloncat pagar dan masuk ke dalam rumah lewat garasi dan masuk ke ruang utama. Tidak ada seorang pun di sana.

Lalu saya samar-samar mendengar teriakan-teriakan kecil yang tertahan dari kamar utama. Dan betapa kagetnya saya ketika melihat bahwa ayah kandung Novi sendiri yang bernama Pak Subi masih menjilati vagina Novi sambil meremas-remas susu mungilnya itu. Saya ingin melabrak mereka tapi saya tahan karena disamping rasa penakut saya yang amat sangat ini, saya sebenarnya juga ingin terus melihat apa yang selanjutnya akan terjadi.

Sambil menelan ludah, saya melihat ayahnya menjilati klitoris mungilnya yang berwarna merah darah itu dengan sangat ganasnya.
Novi kelihatan sungguh-sungguh menikmatinya, karena dia berteriak-teriak, "Aach.. ahh.! Pahh..! Terus Pahh..! Jilat terus Pahh, ahh.. uhh.. ahh..! Aduh.. enakk.. enakk.. Novi.. ampiirr.. keke.. kekeeluarr.. Aahh..!"
Lalu Om Subi membalik tubuh novi menjadi posisi doggy style dan merenggangkan paha Novi sehingga saya pun dapat melihat dengan jelas tampak dalam vagina Novi yang sangat menggiurkan itu.

Karena mungkin sudah tidak tahan, Om Subi langsung menyogok vagina Novi dengan sangat kerasnya sehingga Novi pun berteriak menahan sakitt, "Ahh..! Sakitt.. Pahh..!"
Om Subi tidak memperdulikan teriakan anak gadisnya dan terus memompa batang kemaluannya ke dalam vagina Novi secara teratur dan mengeluarkan erangan-erangan tertahan.
"Ahh.. ahh.. ahh.. enak Vii.. tempikmu sungguh enak..! Lebih enak.. daripada Mamimu waktu perawan."

Dia lalu berganti posisi lagi menjadi posisi 'climbing a tree', dan memompa Novi dari bawah sambil memeluk tubuh mungil Novi dengan kencang, lalu akhirnya mereka berganti posisi lagi menjadi gaya 69 dan dia menjilati vagina Novi lagi.. dan lagi. Novi sendiri pun menikmati sensasi tersebut dan mulai mengulum batang kemaluan ayahnya.

Hingga akhirnya Om Subi pun tidak dapat menahan dorongan dari dalam batang penisnya dan berteriak, "Aahh.. akuu keluarr.. nikkmaatt.. sekallii.. ahh..!"
Novi pun tampak kaget, tapi karena kepalanya terus ditekan oleh ayahnya, maka mau tidak mau dia harus meminumnya sampai habis.
Novi hanya berkata, "Gurih Pah.., aku juga udah keluar ya..?"
Om Subi menjawab, "Iya Nov, punyamu juga gurih banget."
Lalu mereka tertidur bersama, mungkin karena kelelahan.

Ketika saya ingin berbalik dan bermaksud meninggalkan tempat ini dengan perasaan sangat bingung, ternyata saya baru sadar bahwa sudah dari tadi Mamanya Novi mengawasi dari sofa di belakang saya tanpa sepengatauan saya.
Dia berkata, "Ryo, bagus ya pertunjukkannya..?"
Saya pun termenung tanpa dapat menjawab karena sangat ketakutan.

Tapi tanpa diduga, ternyata dia mendekat lalu melepas celana saya dan mulai mengulum batang kemaluan saya. Terang saja saya yang sudah dari tadi menahan nafsu karena pertunjukkan ayah dan anak tersebut sangat menikmati kulumannya.
Saya pun mendesah tidak karuan, "Ahh.. ahh.. Taan.. Tee.. enaakk.. bangett.. sih.. kuluman.. nyyaa.. ahh..!"
Dan dia pun malah mempercepat frekuensi kulumannya sambil membuka bajunya sendiri satu-persatu.

Lalu saya diajaknya ke ruang kerja yang terletak di depan dengan alasan agar tidak membangunkan Om Subi dan Novi. Saya pun menurut seperti dihipnotis dan mengikutinya dari belakang. Lalu di sana dia langsung mengocok-kocok batang kemaluan saya sambil membimbing tangan saya yang satu lagi untuk dimasukkan ke lubang senggamanya. Maka saya pun mulai mengocok liang senggamanya yang sudah sangat becek itu keluar masuk.
Dia pun menggelinjang-gelinjang tidak karuan dan berteriak-teriak kecil takut kedengaran, "Ahh.. achh.. enak.. Ryo.. enakk.. teruuss..! Lebih cepet..!"

Saya pun mempercepat temponya dan dia mempercepat tempo kocokannya pada batang penis saya dan meremasnya keras-keras. Akhirnya dia bilang sudah tidak tahan dan minta agar batang kemaluan saya dimasukkan saja, padahal saya sendiri pun malah sudah hampir keluar. Dia pun membimbing penis saya dan diarahkan ke lubang senggamanya. Masuknya kemaluan saya ke lubang senggamanya diiringi dengan teriakan kami berdua.

Saya tidak dapat menggambarkan situasinya waktu itu, yang pasti vaginanya memang sudah lebar dan sangat-sangat basah. Tapi saya cuek saja karena saya pikir kapan lagi saya dapat mempunyai kesempatan seperti sekarang ini, yang penting kan sudah ngerasain begituan.

Akhirnya saya keluar duluan di dalam, karena saya memang sudah tidak kuat. Karena Tante belum puas, dia meminta saya untuk menjilati vaginanya itu. Maka saya turuti saja menjilati vagina Tante sampai dia kejang-kejang kenikmatan karena sudah puas, walaupun banyak putih-putih di dalamnya dan berbau busuk yang saya sendiri tidak tahu itu apa sampai sekarang.

Setelah itu saya disuruh pulang oleh Tante karena hari sudah mulai malam. Saya pulang dengan perasaan yang bahkan lebih kacau daripada pengalaman saya sebelumnya dengan guru-guru BP itu. Akhirnya saya pun memutuskan untuk tidak berhubungan dengan Novi dan kerabat-kerabatnya lagi karena mereka benar-benar keluarga gila.

Saya sekarang sudah di SMU kelas 3, dan kabar terakhir yang saya dengar dari teman saya di sekolahnya Novi ternyata sampai sekarang Novi dan guru-guru BP tersebut masih sering melanjutkan aksi gila mereka. Dan yang lebih gila lagi, Om Subi pun ikut-ikutan juga. Kalau mengenai Mamanya Novi, dia sekarang jarang pulang rumah dan hunting gigolo-gigolo muda di Jakarta.

Saya hanya dapat mendesah karena kecewa dengan mereka, saya harap mereka dapat bertobat. Ingin rasanya melaporkan perbuatan bejat guru-guru BP tersebut dan juga Om Subi pada yang berwajib. Tapi apa daya, saya sendiri benar-benar penakut, bahkan sampai sekarang pun masih sangat penakut. Biarlah Tuhan yang menegur mereka, saya hanya dapat duduk di sini sambil mengocok membayangkan Tante (Mamanya Novi) di dalam WC.